Komando Armada Republik Indonesia

Komando Armada Republik Indonesia

SEJARAH SINGKAT PERJALANAN KONGRES LVRI

Tanggal 22 Desember 1956 - 2 Januari 1957 di Decca Park, Jakarta, dihadiri oleh 2300 Veteran dari seluruh Indonesia, mewakili lebih dari sejuta Veteran yang aktif bertempur di seluruh wilayah Indonesia memperjuangkan Kemerdekaan RI antara tahun 1945-1949. Semua organisasi bekas pejuang bersenjata di seluruh Indonesia yang ikut kongres, sepakat melebur dari dalam satu organisasi Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI)

Tanggal 2 April 1957 Presiden Sukarno mengeluarkan Keputusan Presiden RI No. 103 tahun 1957 Tentang "Legiun Veteran" yang menetapkan : Terhitung mulai 1 Januari 1957 mengesahkan pembentukan Legiun Veteran Republik Indoesia dan mengakui sebagai satu-satunya badan yang mewakili kaum Veteran dalam hubungan dengan instanasi-instansi Pemerintah dan organisasi-organisasi Veteran Internasional. Selain itu dianugerahkan pula Panji-panji Kehormatan Veteran RI "Karya Dharma", dan ditetapkan Kode Kohormatan Veteran RI "Panca Marga".

Dibentuk Badan Pekerja Pusat (BPP) LVRI periode 1957 - 1959 dipimpin Letkol R. Pirngadi.

Pada bulan Mei 1959 dibentuk Dewan Pleno LVRI, BPP LVRI dipimpin oleh Kol. Sambas Atmadinata.

LVRI menjadi anggota the World Veterans Federation. Tahun 1965 BPP LVRI dipimpin Letjen. M. Sarbini.

Undang-undang Veteran No. 15 tahun 1965 dicabut dan ditetapkan Undang-undang No. 7 tahun 1967 tentang Veteran Republik Indonesia pada tanggal 7 Agustus 1967. AD/ART LVRI diusulkan Kongres dan ditetapkan dengan Keputusan Presiden (Psl. 18 (2) UU 7/67).

Tanggal 16-19 Desember 1973 di Gedung Veteran RI, Jakarta. DIhadiri undangan Veteran Korea, Filipina, dan Malaysia.

Delegasi Veteran Filipina dalam pidato sambutannya mengusulkan pembentukan Organisasi Veteran ASEAN. Laksdya TNI O.B. Sjaaf Ketua Umum LVRI 1973 - 1978.

Bulan Desember 1978 di Jakarta. Dihadiri undangan Veteran Thailand, Malaysia, Singapura, dan Australia. Letjen TNI (Purn) Achmad Tahir Ketua Umum LVRI 1978 - 1983.

Tanggal 19 Desember 1980 di Jakarta dideklarasikan pembentukan Veterans Confederation of ASEAN Countries (VECONAC) oleh para Ketua Veteran dari Indonesia, Filipina, Malaysia, Singapura, dan Thailand. Letjen TNI (Purn) Achmad Tahir Ketua Umum LVRI sebagai Ketua / President VECONAC I.

Tanggal 14-18 Desember 1983 di Medan. Dihadiri undangan Veteran Belanda, Malaysia, Singapura, Thailand dan Taiwan.

Yayasan Gedung Veteran RI (YGVRI) ditetapkan sebagai anak organisasi LVRI. Letjen TNI (Purn) Achmad Tahir Ketua Umum LVRI 1983 - 1988.

Tanggal 30 November - 3 Desember 1988 di Surabaya. Dihadiri undangan Veteran VECONAC - Brunei Darussalam, Malaysia, Filipina, Thailand, dan delegasi dari Taiwan, Amerika Serikat, Uni Soviet, Australia, dan Belanda. Letjen TNI (Purn) Achmad Tahir Ketua Umum LVRI 1988 - 1993.

Bulan Nopember 1993 di Jakarta. Dihadiri undangan Veteran VECONAC dan negara-negara sahabat lainnya.

Dilaksanakan pula Executive Board Meeting VECONAC oleh utusan Veteran Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Brunei Darussalam. Letjen TNI (Purn) Achmad Tahir Ketua Umum LVRI 1993 - 1998.

Tanggal 25-29 Maret 2007 di Kartika Chandra, Jakarta. Pemilihan Ketua Umum secara langsung yang pertama. Dan terpilih Letjen TNI (Purn) Rais Abin sebagai Ketua Umum DPP LVRI periode 2007 - 2012.

Tanggal 10-13 Januari 2010 di Hotel Bidakara, Jakarta. Mukernas LVRI Periode 2007-2012 di Pimpin oleh Ketua Umum DPP LVRI Letjen TNI (Purn) Rais Abin.

Tanggal 25-28 April 2010 di Hotel Crowne PLaza, Jakarta, Sidang Umum ke 13 VECONAC (Veterans Confederation of ASEAN Countries) dihadiri 7 negara anggota VECONAC dan 3 negara sahabat. Dalam sidang ini menunjuk LVRI sebagai Pimpinan/Presiden VECONAC periode 2010-2012

Tanggal 25-27 September 2011 di Discovery Kartika PLaza Hotel, Kuta-Bali, dilaksanakan Pertemuan Dewan Executive ke 24 VECONAC. Dipimpin oleh Ketua Umum LVRI Letjen TNI (Purn) Rais Abin sekaligus Presiden VECONAC periode 2010-2012, dihadiri 8 negara anggota VECONAC dan 2 negara sahabat.

Buntok, 15 Maret 2021

Pengadilan Tinggi Palangkaraya melaksanakan Pengawasan, Surveilan, Penilaian PTSP dan Pendampingan Pembangunan Zona Integritas pada Pengadilan Negeri Buntok Kelas II. Tim dipimpin oleh Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Palangkaraya, Bapak Suko Priyowidodo, S.H. didampingi Hakim Tinggi, Ibu Wiwik Dwi Wisnuningdyah, S.H., M.H.  dan Ibu Anne Rusiana, S.H., M.Hum. serta tim yang berjumlah total keseluruhan 8 orang.

Penerima Bintang LVRI  dan Penghargaan Veconac   Ketua Umum LVRI Letjen TNI Purn HBL Mantiri dalam sambujtannya berharap dengan acara Peringatan…

PERINGATAN HUT KE 67 LVRI Pementerian Pertahanan terus berkomitmen dan berupaya meningkatkan kesejahteraan melalui pembaruan regulasi-regulasi…

SIDANG EBM KE 33 DAN SIDANG GA KE 20 VECONAC Untuk yang kedua kali VECONAC  mengadakan sidang  secara virtual disaat Pandemi Covid 19. …

Sosialisasi ASABRI ke LVRI secara Virtual   Mengikuti perkembangan kasus Asabri yang dikenal Mega Korupsi dimana ada dana sekitar 23 T raib, Dewan…

WEBINAR DPP LVRI DALAM RANGKA MEMPERINGATI HARI KEBANGKITAN NASIONAL KE 113 TAHUN 2021 Dalam rangka memperingati Hari Kebangkitan Nasional ke 113…

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang   :  a. bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang‑Undang Dasar 1945, bertujuan mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual;

b. bahwa dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional pada umumnya dan pembangunan sektor ekonomi pada khususnya, teknologi mewakili peranan yang sangat penting artinya dalam usaha peningkatan dan pengembangan industri;

c. bahwa dengan memperhatikan pentingnya peranan teknologi dalam peningkatan dan pengembangan industri tersebut, diperlukan upaya untuk mewujudkan iklim yang lebih baik bagi kegiatan penemuan teknologi dan perangkat untuk memberikan perlindungan hukum terhadap hasil kegiatan tersebut;

d. bahwa untuk mewujudkan iklim dan perangkat perlindungan hukum sebagaimana tersebut di atas, dipandang perlu untuk segera menetapkan pengaturan mengenai paten dalam suatu Undang‑undang;

Mengingat     :  1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1) dan Pasal 33 ayat (1) dan ayat (2) Undang‑Undang Dasar 1945;

2. asal 16 Undang‑undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3274);

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Menetapkan : UNDANG‑UNDANG TENTANG PATEN.

Dalam Undang‑undang ini yang dimaksud dengan:

1. Paten adalah hak khusus yang diberikan Negara kepada penemu atas hasil penemuannya di bidang teknologi, untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri penemuannya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada orang lain untuk melaksanakannya.

2. Penemuan adalah kegiatan pemecahan masalah tertentu di bidang teknologi, yang dapat berupa proses atau hasil produksi atau penyempurnaan dan pengembangan proses atau hasil produksi.

3. Penemu adalah seorang atau beberapa orang secara bersama‑sama atau badan hukum, yang melaksanakan kegiatan yang menghasilkan penemuan.

4. Pemegang Paten adalah penemu sebagai pemilik paten atau orang yang menerima hak tersebut dari pemilik paten atau orang lain yang menerima lebih lanjut hak dari orang tersebut di atas, yang terdaftar dalam Daftar Umum Paten.

5. Pemeriksa Paten adalah pejabat yang karena keahliannya diangkat oleh Menteri dan ditugasi untuk melakukan pemeriksaan terhadap permintaan paten.

6. Menteri adalah Menteri yang lingkup tugas dan tanggungjawabnya meliputi pembinaan paten.

7. Kantor Paten adalah unit organisasi di lingkungan departemen pemerintahan yang melaksanakan tugas dan kewenangan di bidang paten.

Penemuan Yang Dapat Diberikan Paten

(1)    Paten diberikan untuk penemuan yang baru, mengandung langkah inventif dan dapat diterapkan dalam industri.

(2)    Suatu penemuan mengandung langkah inventif, jika penemuan tersebut bagi seorang yang mempunyai keahlian biasa mengenai teknik merupakan hal yang tidak dapat diduga sebelumnya.

(3)    Penilaian bahwa suatu penemuan merupakan hal yang tidak dapat diduga harus dilakukan dengan memperhatikan keahlian yang ada pada saat diajukan permintaan paten atau yang telah ada pada saat diajukan permintaan pertama dalam hal permintaan itu diajukan dengan hak prioritas.

Suatu penemuan tidak dianggap baru, jika pada saat pengajuan permintaan paten :

a. penemuan tersebut telah diumumkan di Indonesia atau di luar Indonesia dalam suatu tulisan yang sedemikian rupa sehingga memungkinkan seorang ahli untuk melaksanakan penemuan tersebut; atau

b. penemuan tersebut telah diumumkan di Indonesia dengan penguraian lisan atau melalui peragaan penggunaannya atau dengan cara lain sedemikian rupa sehingga memungkinkan seorang ahli untuk melaksanakan penemuan tersebut.

Suatu penemuan tidak dianggap telah diumumkan jika dalam jangka waktu paling lama enam bulan sebelum permintaan paten diajukan:

a. penemuan itu telah dipertunjukkan dalam suatu pameran internasional di Indonesia atau di luar negeri yang resmi atau diakui sebagai resmi atau dalam suatu pameran nasional di Indonesia yang resmi atau diakui sebagai resmi;

b. penemuan itu telah digunakan di Indonesia oleh penemunya dalam rangka percobaan dengan tujuan penelitian dan pengembangan.

Suatu penemuan dapat diterapkan dalam industri jika penemuan tersebut dapat diproduksi atau dapat digunakan dalam berbagai jenis industri.

Setiap penemuan berupa benda, alat atau hasil produksi yang baru yang tidak memiliki kualitas sebagai penemuan tetapi mempunyai nilai kegunaan praktis disebabkan karena bentuk, konfigurasi, konstruksi atau komposisinya dapat memperoleh perlindungan hukum dalam bentuk Paten Sederhana atas penemuan yang sederhana tersebut.

Penemuan Yang Tidak Dapat Diberikan Paten

Paten tidak diberikan untuk :

a. penemuan tentang proses atau hasil produksi yang pengumuman dan penggunaan atau pelaksanaannya bertentangan dengan peraturan perundang‑undangan yang berlaku, ketertiban umum atau kesusilaan;

b. penemuan tentang proses atau hasil produksi makanan dan minuman, termasuk hasil produksi berupa bahan yang dibuat melalui proses kimia dengan tujuan untuk membuat makanan dan minuman guna dikonsumsi manusia dan atau hewan;

c. penemuan tentang jenis atau varitas baru tanaman atau hewan, atau tentang proses apapun yang dapat digunakan bagi pembiakan tanaman atau hewan beserta hasilnya;

d. penemuan tentang metoda pemeriksaan, perawatan, pengobatan dan pembedahan yang diterapkan terhadap manusia dan hewan, tetapi tidak menjangkau produk apapun yang digunakan atau berkaitan dengan metoda tersebut;

e. penemuan tentang teori dan metoda di bidang ilmu pengetahuan dan matematika.

(1)    Dengan Keputusan Presiden dapat ditetapkan bahwa penemuan tertentu baik yang berupa proses maupun hasil produksi ditunda pemberian patennya dalam jangka waktu paling lama lima tahun, dengan ketentuan bahwa penetapan tersebut tidak berlaku terhadap :

a. penemuan yang pada saat itu telah memperoleh atau diberi paten;

b. penemuan yang pada saat dikeluarkannya Keputusan Presiden dapat dimintakan paten berdasarkan hak prioritas.

(2)    Setelah berakhirnya jangka waktu penundaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), permintaan paten langsung diumumkan dan pemeriksaan substantif dilakukan setelah berakhirnya jangka waktu pengumuman sebagaimana diatur dalam Undang‑undang ini.

(1)    Paten diberikan untuk jangka waktu selama empat belas tahun terhitung sejak tanggal penerimaan permintaan paten.

(2)    Tanggal mulai dan berakhirnya jangka waktu paten dicatat dalam Daftar Umum Paten dan diumumkan dalam Berita Resmi Paten.

Paten Sederhana diberikan untuk jangka waktu selama lima tahun terhitung sejak tanggal diberikannya Surat Paten Sederhana.

(1)    Yang berhak memperoleh paten adalah penemu atau yang menerima lebih lanjut hak penemu itu.

(2)    Jika suatu penemuan dihasilkan oleh beberapa orang secara bersama‑sama maka yang menerima lebih lanjut hak mereka, secara bersama‑sama berhak atas penemuan tersebut.

(1)    Kecuali terbukti sebaliknya, yang dianggap sebagai penemu adalah mereka yang untuk pertama kali mengajukan permintaan paten.

(2)    Mereka yang mengajukan permintaan paten sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak diberikan paten, jika isi permintaannya memuat salinan yang diambil dari uraian dan atau gambar mengenai penemuan orang lain yang sedang dimintakan atau telah memperoleh paten.

(1)    Kecuali diperjanjikan lain dalam suatu perjanjian kerja maka yang berhak memperoleh paten atas suatu penemuan yang dihasilkan adalah orang 9 yang memberi pekerjaan itu.

(2)    Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) juga berlaku terhadap penemuan yang dihasilkan baik oleh karyawan maupun pekerja yang menggunakan data dan sarana yang tersedia dalam pekerjaannya, sekalipun perjanjian kerja itu tidak mengharuskannya untuk menghasilkan penemuan.

(3)    Penemu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) berhak untuk mendapatkan imbalan yang layak dengan memperhatikan manfaat ekonomi yang dapat diperoleh dari penemuan tersebut.

(4)    Imbalan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dapat dibayarkan:

a. dalam  jumlah tertentu dan sekaligus; atau

c. gabungan antara jumlah tertentu dan sekaligus dengan hadiah atau bonus; atau

d. gabungan antara prosentase dengan hadiah atau bonus; yang besarnya ditetapkan sendiri oleh pihak‑pihak yang bersangkutan.

(5)    Dalam hal tidak terdapat kesesuaian mengenai cara perhitungan dan penetapan besarnya imbalan, keputusan untuk itu dimintakan kepada Pengadilan Negeri setempat.

(6)    Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) sama sekali tidak menghapuskan hak penemu untuk tetap dicantumkan namanya dalam surat pemberian paten.

(1)    Seseorang yang melaksanakan suatu penemuan pada saat atas penemuan serupa dimintakan paten, tetap berhak melaksanakan penemuan tersebut sebagai penemu terdahulu, sekalipun terhadap penemuan yang serupa tersebut kemudian diberi paten.

(2)    Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) juga berlaku terhadap permintaan paten yang diajukan dengan hak prioritas.

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 tidak berlaku bilamana orang yang melaksanakan penemuan tersebut melakukannya dengan menggunakan pengetahuan tentang penemuan tersebut dari uraian, gambar, contoh atau keterangan lainnya dari penemuan yang dimintakan paten.

(1)    Seseorang yang melaksanakan suatu penemuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, dapat diakui sebagai penemu terdahulu apabila setelah diberikannya paten terhadap penemuan yang serupa ia mengajukan permintaan untuk itu kepada Kantor Paten.

(2)    Permintaan pengakuan sebagai penemu terdahulu wajib disertai bukti bahwa pelaksanaan penemuan tersebut tidak dilakukan dengan menggunakan uraian, gambar, contoh atau keterangan lainnya dari penemuan yang dimintakan paten.

(3)    Pengakuan sebagai penemu terdahulu diberikan oleh Kantor Paten dalam bentuk Surat Keterangan Penemu Terdahulu dengan membayar biaya untuk itu.

(4)    Surat Keterangan Penemu Terdahulu berakhir pada saat yang bersamaan dengan saat berakhirnya paten atas penemuan yang serupa tersebut.

Hak dan Kewajiban Pemegang Paten

Pemegang Paten memiliki hak khusus untuk melaksanakan secara perusahaan atas patennya baik secara sendiri maupun dengan memberikan persetujuan kepada orang lain, yaitu:

a. membuat, menjual, menyewakan, menyerahkan, memakai, menyediakan untuk dijual atau disewakan atau diserahkan hasil produksi yang diberi paten;

b. menggunakan proses produksi yang diberi paten untuk membuat barang dan tindakan lainnya sebagaimana dimaksud dalam huruf a.

Pemegang Paten wajib melaksanakan patennya di wilayah Negara Republik Indonesia.

Untuk pengelolaan kelangsungan berlakunya paten dan pencatatan lisensi, Pemegang Paten atau Pemegang Lisensi suatu paten wajib membayar biaya pemeliharaan yang disebut biaya tahunan.

Pengecualian Terhadap Pelaksanaan

dan Pelanggaran Paten

Impor atas hasil produksi yang diberi paten atau dibuat dengan proses yang diberi paten tidak merupakan pelaksanaan paten.

Impor atas hasil produksi yang diberi paten atau dibuat dengan proses yang diberi paten atau padanannya, yang dilakukan oleh orang selain Pemegang Paten tidak merupakan pelanggaran atas paten yang bersangkutan, kecuali dalam hal‑hal tertentu yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pemakaian penemuan baik yang berupa proses maupun hasil produksi, penjualan, penyewaan atau penyerahan hasil pemakaian penemuan yang telah berlangsung pada saat atau sebelum diberikannya paten untuk penemuan yang bersangkutan, tidak merupakan pelanggaran terhadap paten tersebut.

Paten diberikan atas dasar permintaan.

Setiap permintaan paten hanya dapat diajukan untuk satu penemuan.

Permintaan paten diajukan dengan membayar biaya kepada Kantor Paten yang besarnya ditetapkan Menteri.

(1)    Apabila permintaan paten diajukan oleh orang yang bukan penemu, permintaan tersebut harus disertai pernyataan yang dilengkapi bukti yang cukup bahwa ia berhak atas penemuan yang bersangkutan.

(2)    Kantor Paten wajib mengirimkan salinan pernyataan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) kepada penemu.

(3)    Penemu dapat meneliti surat permintaan paten yang diajukan oleh orang yang bukan penemu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan atas biayanya sendiri dapat meminta salinan dokumen permintaan tersebut.

(1)    Permintaan paten dapat diajukan melalui Konsultan Paten di Indonesia selaku kuasa, kecuali dalam hal tertentu yang diatur lain dalam Undang‑undang ini.

(2)    Konsultan Paten sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah konsultan yang telah terdaftar dalam Daftar Konsultan Paten di Kantor Paten.

(3)    Terhitung sejak tanggal penerimaan kuasa, Konsultan Paten berkewajiban menjaga kerahasiaan penemuan dan seluruh dokumen permintaan paten, sampai dengan tanggal diumumkannya permintaan paten yang bersangkutan.

(4)    Ketentuan mengenai syarat‑syarat untuk dapat didaftar sebagai Konsultan Paten, diatur dengan Peraturan Pemerintah.

(1)    Permintaan paten yang diajukan oleh penemu atau yang berhak atas penemuan yang tidak bertempat tinggal atau berkedudukan tetap di wilayah Negara Republik Indonesia harus diajukan melalui Konsultan Paten di Indonesia selaku kuasa.

(2)    Penemu atau yang berhak atas penemuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus menyatakan dan memilih tempat tinggal atau kedudukan hukum di Indonesia untuk kepentingan permintaan paten tersebut.

(1)    Permintaan paten yang diajukan dengan menggunakan hak prioritas sebagaimana diatur dalam konvensi internasional mengenai perlindungan paten yang diikuti oleh Negara Republik Indonesia, harus diajukan dalam waktu dua belas bulan terhitung sejak tanggal permintaan paten yang pertama kali diterima di negara manapun yang juga ikut serta dalam konvensi tersebut.

(2)    Dengan tetap memperhatikan ketentuan Undang‑undang ini mengenai syarat‑syarat yang harus dipenuhi dalam surat permintaan paten, permintaan paten dengan hak prioritas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilengkapi dengan salinan surat permintaan paten yang pertama kali yang disahkan oleh pihak yang berwenang di negara yang bersangkutan dalam waktu enam bulan terhitung sejak tanggal surat permintaan tersebut, dengan ketentuan bahwa seluruhnya tidak melampaui batas waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

(3)    Apabila syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) tidak dipenuhi, permintaan paten tidak dapat diajukan dengan menggunakan hak prioritas.

(1)    Permintaan paten diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Kantor Paten.

(2)    Surat permintaan paten harus memuat:

a. tanggal, bulan dan tahun surat permintaan;

b. alamat lengkap dan jelas orang yang mengajukan permintaan termaksud huruf a;

c. nama lengkap dan kewarganegaraan penemu;

d. dalam hal permintaan diajukan orang lain selaku kuasa dilengkapi pula nama lengkap dan alamat lengkap kuasa yang bersangkutan;

e. surat kuasa khusus, dalam hal permintaan diajukan oleh kuasa;

f. permintaan untuk diberi paten;

h. klaim yang terkandung dalam penemuan;

i.  deskripsi tertulis tentang penemuan, yang secara lengkap memuat keterangan tentang cara melaksanakan penemuan;

j. gambar yang disebut dalam deskripsi yang diperlukan untuk memperjelas;

k. abstraksi mengenai penemuan.

(3)    Ketentuan lebih lanjut tentang pelaksanaan pengajuan permintaan paten diatur oleh Menteri.

Permintaan Paten Dengan Hak Prioritas

(1)    Selain salinan surat permintaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2), Kantor Paten dapat meminta agar permintaan paten yang diajukan dengan menggunakan hak prioritas tersebut dilengkapi pula dengan :

a. salinan yang sah surat‑surat yang bertahan dengan hasil pemeriksaan yang dilakukan terhadap permintaan paten yang pertama kali di luar negeri;

b. salinan yang sah dokumen paten yang telah diberikan sehubungan dengan permintaan yang pertama kali di luar negeri;

c. salinan yang sah keputusan mengenai penolakan atas permintaan paten yang pertama kali di luar negeri bilamana permintaan tersebut ditolak;

d. salinan yang sah keputusan pembatalan paten yang bersangkutan yang pernah dikeluarkan di luar negeri, bilamana paten tersebut pernah dibatalkan;

e. lain‑lain dokumen yang diperlukan untuk mempermudah penilaian bahwa penemuan yang dimintakan paten memang merupakan penemuan yang baru dan benar‑benar mengandung langkah yang inventif.

(2)    Penyampaian salinan dokumen‑dokumen sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat disertai tambahan penjelasan secara terpisah oleh orang yang mengajukan permintaan paten.

Ketentuan lebih lanjut mengenai permintaan paten yang diajukan dengan hak prioritas diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Waktu Penerimaan Permintaan Paten

(1)    Permintaan paten dianggap diajukan pada tanggal penerimaan surat permintaan paten oleh Kantor paten, setelah diselesaikannya pembayaran biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25.

(2)    Tanggal penerimaan permintaan paten adalah tanggal pada saat Kantor Paten menerima surat permintaan paten yang telah memenuhi syarat‑syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dan dalam hal permintaan paten berdasarkan hak prioritas telah pula memenuhi syarat‑syarat yang ditentukan dalam Pasal 29 dan Pasal 31.

(3)    Tanggal penerimaan surat permintaan paten dicatat secara khusus oleh Kantor Paten.

(1)    Apabila ternyata terdapat kekurangan pemenuhan syarat‑syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Kantor Paten meminta agar kekurangan tersebut dipenuhi dalam waktu tiga bulan terhitung sejak tanggal pengiriman surat permintaan pemenuhan kekurangan tersebut oleh Kantor Paten.

(2)    Berdasarkan alasan yang disetujui Kantor Paten, jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diperpanjang untuk paling lama tiga bulan atas permintaan orang yang mengajukan permintaan paten.

Dalam hal terdapat kekurangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, tanggal penerimaan permintaan paten adalah tanggal diterimanya pemenuhan terakhir kekurangan tersebut oleh Kantor Paten.

Apabila kekurangan tidak dipenuhi dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, Kantor Paten memberitahukan secara tertulis kepada orang yang mengajukan permintaan paten bahwa permintaan paten dianggap ditarik kembali.

Apabila selama pemeriksaan awal ditemukan adanya dua atau lebih permintaan paten untuk penemuan yang sama dan salah satu diantaranya diajukan dengan hak prioritas oleh orang yang sama pula, Kantor Paten berhak menolak permintaan tersebut atas dasar alasan bahwa untuk satu penemuan hanya dapat diajukan satu permintaan paten.

(1)    Apabila untuk satu penemuan yang sama ternyata diajukan lebih dari satu permintaan paten oleh orang yang berbeda, hanya permintaan yang diajukan pertama atau terlebih dahulu yang dapat diterima.

(2)    Apabila permintaan paten sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan pada tanggal yang sama, maka Kantor Paten minta dengan surat kepada orang‑orang yang mengajukan permintaan tersebut untuk berunding guna memutuskan permintaan mana yang diajukan dan menyampaikan hasil keputusan itu kepada Kantor Paten selambat‑lambatnya enam bulan terhitung sejak tanggal pengiriman surat tersebut.

(3)    Apabila tidak tercapai persetujuan atau keputusan diantara orang‑orang yang mengajukan permintaan paten atau tidak dimungkinkan dilakukannya perundingan atau hasil perundingan tidak disampaikan kepada Kantor Paten dalam waktu yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), maka permintaan paten tersebut ditolak dan Kantor Paten memberitahukan hal tersebut secara tertulis kepada orang‑orang yang mengajukan permintaan paten tersebut.

Perubahan Permintaan Paten

(1)    Permintaan paten dapat diubah dengan ketentuan bahwa perubahan tersebut tidak memperluas lingkup perlindungan yang telah diajukan dalam permintaan semula.

(2)    Perubahan permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dianggap diajukan pada tanggal yang sama dengan permintaan semula.

(1)    Perubahan permintaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 dapat diajukan secara terpisah dalam satu permintaan atau lebih, tetapi dengan ketentuan bahwa lingkup perlindungan yang dimintakan dalam setiap permintaan tersebut tidak melebihi lingkup perlindungan yang diajukan dalam permintaan semula.

(2)    Dalam hal perubahan tersebut berupa pemecahan permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), permintaan tersebut dianggap diajukan pada tanggal yang sama dengan tanggal pengajuan permintaan semula.

Penarikan Kembali Permintaan Paten

(1)    Surat permintaan paten dapat ditarik kembali dengan mengajukan secara tertulis kepada Kantor Paten.

(2)    Ketentuan lebih lanjut mengenai penarikan kembali surat permintaan paten diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Perpanjangan Jangka Waktu Paten

Atas permintaan Pemegang Paten, jangka waktu paten dapat diperpanjang satu kali untuk selama dua tahun.

(1)    Permintaan perpanjangan jangka waktu paten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :

a. permintaan harus diajukan secara tertulis dalam waktu tidak lebih dari dua belas bulan dan sekurang‑kurangnya enam bulan sebelum jangka waktu paten berakhir;

b. Pemegang Paten harus menyampaikan bukti yang meyakinkan Kantor Paten, bahwa :

1. Penghasilan yang diperoleh dari pelaksanaan paten belum dapat menutup seluruh biaya kegiatan penelitian dan pengembangan yang menghasilkan penemuan yang diberi paten tersebut;

2. paten tersebut telah secara terus menerus dilaksanakan secukupnya di Indonesia dan akan terus dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan di Indonesia ataupun untuk keperluan ekspor.

(2)    Keputusan tentang persetujuan atau penolakan atas permintaan perpanjangan jangka waktu paten tersebut disampaikan secara tertulis kepada Pemegang Paten.

(3)    Dalam hal permintaan tersebut ditolak, maka alasan penolakan dijelaskan dalam surat pemberitahuan.

Keputusan tentang persetujuan atau penolakan permintaan perpanjangan jangka waktu paten dicatat dalam Daftar Umum Paten dan diumumkan dalam Berita Resmi Paten.

Larangan Mengajukan Permintaan Paten

dan Kewajiban Menjaga Kerahasiaan

Selama masih terikat dinas aktif hingga selama satu tahun sesudah pensiun atau berhenti karena sebab apapun dari Kantor Paten, pegawai Kantor Paten atau orang yang karena penugasannya bekerja untuk dan atas nama Kantor Paten, dilarang mengajukan permintaan paten, memperoleh paten atau dengan cara apapun memperoleh hak atau memegang hak yang berkaitan dengan paten kecuali bila pemilikan paten itu diperoleh karena warisan.

Terhitung sejak tanggal penerimaan surat permintaan paten, seluruh aparat Kantor Paten berkewajiban menjaga kerahasiaan penemuan dan seluruh dokumen permintaan paten, sampai dengan tanggal diumumkannya permintaan paten yang bersangkutan.

Pengumuman Permintaan Paten

(1)    Kantor Paten mengumumkan permintaan paten yang telah memenuhi ketentuan Pasal 29, Pasal 30 dan Pasal 31 serta permintaan tidak ditarik kembali.

(2)    Pengumuman dilakukan selambat‑lambatnya:

a. enam bulan setelah tanggal penerimaan permintaan paten;

b. dua belas bulan setelah tanggal penerimaan permintaan paten yang pertama kali, dalam hal permintaan paten dengan hak prioritas.

(1)    Pengumuman berlangsung selama enam bulan dan dilakukan dengan:

a. menempatkan pada papan pengumuman yang khusus disediakan untuk itu dan dapat dengan mudah serta jelas dilihat oleh masyarakat, dan

b. menempatkannya dalam Berita Resmi Paten yang diterbitkan secara berkala oleh Kantor Paten.

(2)    Tanggal mulai diumumkannya permintaan paten dicatat oleh Kantor Paten dalam daftar pengumuman.

Pengumuman dilakukan dengan mencantumkan:

a. nama dan alamat lengkap penemu atau yang berhak atas penemuan dan kuasa apabila permintaan diajukan melalui kuasa;

b. jumlah permintaan paten;

d. tanggal pengajuan permintaan paten atau dalam hal permintaan paten dengan hak prioritas : tanggal, nomor dan negara dimana permintaan paten yang pertama kali diajukan;

Kantor Paten menyediakan tempat yang khusus untuk memberikan kesempatan kepada anggota masyarakat yang berkepentingan untuk melihat dokumen permintaan paten yang diumumkan.

(1)    Selama jangka waktu pengumuman, setiap orang setelah melihat pengumuman permintaan paten dapat mengajukan secara tertulis pandangan atau keberatannya atas permintaan yang bersangkutan dengan mencantumkan alasannya.

(2)    Dalam hal terdapat pandangan atau keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Kantor Paten segera mengirimkan salinan surat yang berisikan pandangan atau keberatan tersebut kepada orang yang mengajukan permintaan paten.

(3)    Orang yang mengajukan permintaan paten berhak mengajukan secara tertulis sanggahan dan penjelasan terhadap pandangan atau keberatan tersebut kepada Kantor Paten.

(4)    Kantor Paten menggunakan pandangan atau keberatan, sanggahan dan penjelasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (3) sebagai tambahan bahan pertimbangan dalam tahap pemeriksaan atas permintaan paten yang bersangkutan.

(1)    Dengan persetujuan Menteri, Kantor Paten dapat menetapkan untuk tidak mengumumkan sesuatu permintaan paten, apabila menurut pertimbangannya penemuan tersebut dan pengumumannya diperkirakan akan dapat mengganggu atau bertentangan dengan kepentingan pertahanan keamanan Negara.

(2)    Ketetapan untuk tidak mengumumkan permintaan paten sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberitahukan secara tertulis oleh Kantor Paten kepada orang yang mengajukan permintaan paten, dengan tembusan kepada penemu atau yang berhak atas penemuan apabila permintaan paten diajukan oleh kuasanya.

(3)    Terhadap permintaan paten yang tidak diumumkan, tidak berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 dan Pasal 49.

(4)    Konsultasi yang dilakukan Kantor Paten dengan instansi Pemerintah lainnya, termasuk penyampaian informasi mengenai penemuan yang dimintakan paten, yang kemudian berakhir dengan ketetapan tidak diumumkannya permintaan paten, tidak dianggap sebagai pelanggaran kewajiban untuk menjaga kerahasiaan penemuan dan dokumen permintaan paten yang bersangkutan.

(5)    Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) tidak mengurangi kewajiban instansi Pemerintah yang bersangkutan beserta aparatnya untuk tetap menjaga kerahasiaan penemuan dan dokumen permintaan paten yang dikonsultasikan kepadanya terhadap pihak ketiga manapun.

(1)    Terhadap permintaan paten yang tidak diumumkan, dilakukan pemeriksaan mengenai dapat diberi atau tidak dapat diberikannya paten, apabila :

a. telah lewat waktu enam bulan terhitung mulai tanggal penetapan Kantor Paten mengenai tidak diumumkannya permintaan paten yang bersangkutan;

b. permintaan paten tersebut tidak ditarik kembali.

(2)    Pemeriksaan terhadap permintaan paten sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah tanpa membebani biaya pemeriksaan kepada orang yang mengajukan permintaan paten.

Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan pengumuman diatur oleh Menteri.

(1)    Permintaan pemeriksaan atas permintaan paten harus diajukan kepada Kantor Paten secara tertulis dan dengan membayar biaya yang besarnya ditetapkan oleh Menteri.

(2)    Permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pemeriksaan yang bersifat substantif.

(3)    Bentuk dan syarat‑syarat permintaan pemeriksaan diatur lebih lanjut oleh Menteri.

(1)    Permintaan untuk dilakukannya pemeriksaan substantif harus diajukan paling lambat dalam waktu tiga puluh enam bulan sejak tanggal penerimaan permintaan paten, tetapi tidak lebih awal dari tanggal berakhirnya pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48.

(2)    Apabila permintaan pemeriksaan tidak dilakukan setelah batas waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) lewat, atau biaya untuk itu tidak dibayar, permintaan paten dianggap telah ditarik kembali.

(3)    Kantor Paten memberitahukan secara tertulis anggapan mengenai ditariknya kembali permintaan paten tersebut kepada orang yang mengajukan permintaan paten, dengan tembusan kepada penemu atau yang berhak atas penemuan apabila permintaan paten diajukan oleh kuasanya.

Dengan tidak mengurangi seluruh ketentuan terdahulu mengenai pemeriksaan, terhadap permintaan paten yang tidak diumumkan tidak berlaku ketentuan Pasal 51.

(1)    Untuk keperluan pemeriksaan substantif, Kantor Paten dapat meminta bantuan ahli dan atau menggunakan fasilitas yang diperlukan kepada instansi Pemerintah lainnya.

(2)    Penggunaan bantuan ahli dan atau fasilitas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tetap dilakukan dengan memperhatikan ketentuan mengenai kewajiban untuk menjaga kerahasiaan penemuan yang dimintakan paten.

(1)    Pemeriksaan substantif dilaksanakan oleh Pemeriksa Paten pada Kantor Paten atau instansi Pemerintah lainnya yang memiliki kualifikasi sebagai Pemeriksa Paten.

(2)    Pemeriksa Paten berkedudukan sebagai pejabat fungsional dan diangkat oleh Menteri berdasarkan syarat‑syarat tertentu.

(3)    Kepada Pemeriksa Paten diberikan jenjang dan tunjangan fungsional disamping hak lainnya sesuai dengan peraturan perundang‑undangan yang berlaku.

(1)    Dalam hal Pemeriksa Paten melaporkan bahwa penemuan yang dimintakan paten ternyata mengandung ketidak‑jelasan atau kekurangan lain yang dinilai penting, Kantor Paten memberitahukan secara tertulis hasil pemeriksaan tersebut kepada orang yang mengajukan permintaan paten.

(2)    Pemberitahuan hasil pemeriksaan harus secara jelas dan rinci mencantumkan hal yang dinilai tidak jelas atau kekurangan lain yang dinilai penting dengan disertai alasan dan acuan atau referensi yang digunakan dalam pemeriksaan serta pendapat dan saran kepada orang yang mengajukan permintaan paten termasuk kemungkinan perubahan atau perbaikan yang perlu dilakukannya, berikut jangka waktu pemenuhannya.

(3)    Apabila setelah pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) orang yang mengajukan permintaan paten tidak memberikan penjelasan atau memenuhi kekurangan termasuk melakukan perbaikan atau perubahan terhadap permintaan yang telah diajukannya dalam waktu yang ditentukan, Kantor Paten menolak permintaan paten tersebut.

Pemberian atau Penolakan Permintaan Paten

Kantor Paten berkewajiban memberikan keputusan untuk menyetujui permintaan paten dan dengan demikian memberi paten, atau menolaknya, dalam waktu selambat‑lambatnya dua puluh empat bulan terhitung sejak tanggal diterimanya surat permintaan pemeriksaan substantif.

(1)    Apabila hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Pemeriksa Paten menunjukkan bahwa penemuan yang dimintakan paten tidak memenuhi ketentuan Pasal 2, Pasal 3 dan Pasal 5, Kantor Paten menolak permintaan paten tersebut dan memberitahukannya secara tertulis kepada orang yang mengajukan permintaan paten.

(2)    Dalam hal permintaan paten diajukan oleh kuasa, maka salinan surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan pula kepada penemu atau yang berhak atas penemuan tersebut.

(3)    Surat pemberitahuan yang berisikan penolakan permintaan paten harus dengan jelas mencantumkan pula alasan dan pertimbangan yang menjadi dasar penolakan.

Di samping ketentuan Pasal 62, permintaan paten juga ditolak apabila penemuan tersebut dan pelaksanaannya bertentangan dengan peraturan perundang‑undangan, ketertiban umum serta kesusilaan.

(1)    Apabila laporan tentang hasil pemeriksaan atas penemuan yang dimintakan paten yang dilakukan Pemeriksa Paten menyimpulkan bahwa penemuan tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5 dan ketentuan lain dalam Undang‑undang ini, Kantor Paten memberikan secara resmi Surat Paten untuk penemuan yang bersangkutan kepada orang yang mengajukan permintaan paten atau dalam hal permintaan paten diajukan oleh kuasa maka salinan Surat Paten tersebut diberikan pula kepada penemu atau yang berhak atas penemuan tersebut.

(2)    Paten yang telah diberikan dicatat dalam Daftar Umum Paten dan diumumkan dalam Berita Resmi Paten.

(3)    Kantor Paten dapat memberikan salinan dokumen paten kepada anggota masyarakat yang memerlukan dengan membayar biaya salinan dokumen yang besarnya ditetapkan oleh Menteri.

(1)    Surat Paten merupakan bukti pemberian paten oleh Kantor Paten dan dicatat dalam Buku Daftar Umum Paten.

(2)    Surat yang berisikan penolakan permintaan paten, dicatat dalam Buku Resmi Paten yang mencatat permintaan paten yang bersangkutan.

(3)    Pemberian Surat Paten dan penolakan permintaan paten diumumkan oleh Kantor Paten dengan cara yang sama seperti halnya pengumuman permintaan paten.

Paten mulai berlaku pada tanggal diberikan dan berlaku surut sejak tanggal penerimaan permintaan paten.

(1)    Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian Surat Paten, berikut bentuk dan isinya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

(2)    Ketentuan lain mengenai pencatatan dan permintaan salinan dokumen paten diatur oleh Menteri.

(1)    Permintaan banding dapat diajukan terhadap penolakan permintaan paten yang berkaitan dengan alasan dan dasar pertimbangan mengenai hal‑hal yang bersifat substantif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (1).

(2)    Permintaan banding diajukan secara tertulis oleh orang yang mengajukan permintaan paten atau kuasanya kepada Komisi Banding Paten, dengan tembusan yang disampaikan kepada Kantor Paten.

(3)    Komisi Banding Paten adalah badan khusus yang diketuai secara tetap oleh seorang ketua merangkap anggota dan berada di lingkungan departemen yang dipimpin Menteri.

(4)    Anggota Komisi Banding Paten berjumlah gajil sekurang‑kurangnya tiga orang, terdiri dari beberapa ahli di bidang yang diperlukan dan pemeriksa paten senior yang tidak melakukan pemeriksaan substantif terhadap permintaan paten yang bersangkutan.

(5)    Ketua dan anggota Komisi Banding Paten diangkat dan diberhentikan oleh Menteri.

(1)    Permintaan banding diajukan dengan menguraikan secara lengkap keberatan terhadap penolakan permintaan paten berikut alasannya.

(2)    Alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus tidak merupakan alasan atau penjelasan atau bukti yang baru atau merupakan perbaikan atau penyempurnaan permintaan paten yang ditolak.

(1)    Permintaan banding harus diajukan selambat‑lambatnya dalam waktu tiga bulan terhitung sejak tanggal surat pemberitahuan penolakan permintaan paten.

(2)    Apabila jangka waktu permintaan banding tersebut telah lewat tanpa adanya permintaan banding, maka penolakan permintaan paten dianggap diterima oleh orang yang mengajukan permintaan paten.

(3)    Dalam hal penolakan permintaan paten telah dapat dianggap diterima sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Kantor Paten mencatatnya dalam Buku Resmi Paten.

(1)    Keputusan Komisi Banding Paten atas permintaan banding diberikan selambat‑lambatnya dua belas bulan sejak tanggal penerimaan permintaan banding.

(2)    Keputusan Komisi Banding Paten bersifat final.

(3)    Dalam hal Komisi Banding Paten menerima permintaan banding, Kantor Paten memberikan Surat Paten sebagaimana diatur dalam Undang‑ undang ini.

(4)    Apabila Komisi Banding Paten menolak permintaan banding, Kantor Paten segera memberitahukan penolakan tersebut.

Susunan organisasi, tata kerja Komisi Banding Paten, tata cara permintaan dan pemeriksaan banding serta penyelesaiannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

(1)    Paten atau pemilikan paten dapat beralih atau dialihkan baik seluruhnya maupun sebagian karena:

d. perjanjian, dengan ketentuan bahwa perjanjian itu harus dibuat dalam bentuk Akta Notaris;

e. sebab‑sebab lain yang dibenarkan oleh Undang‑undang.

(2)    Pengalihan paten sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, b dan c, harus disertai dengan dokumen paten berikut hak lain yang berkaitan dengan paten itu.

(3)    Segala bentuk pengalihan paten sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib didaftarkan pada Kantor Paten dan dicatat dalam Daftar Umum Paten dengan membayar biaya yang besarnya ditetapkan oleh Menteri.

(4)    Pelaksanaan pengalihan yang tidak sesuai dengan ketentuan pasal ini adalah tidak sah dan tidak berlaku.

(5)    Syarat dan tata cara pendaftaran dan pencatatan pengalihan paten diatur lebih lanjut oleh Menteri.

(1)    Kecuali dalam hal pewarisan dan dalam hal pemindahan atau pengalihan yang dilakukan bersamaan dengan sebagian atau seluruh usahanya, hak sebagai penemu terdahulu tidak dapat dipindahkan atau dialihkan kepada orang lain.

(2)    Pemindahan atau pengalihan hak sebagai penemu terdahulu wajib didaftarkan pada Kantor Paten, yang selanjutnya mencatatnya dalam Daftar Umum Paten.

(3)    Kantor Paten mengumumkan pemindahan atau pengalihan hak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dalam Berita Resmi Paten.

Peralihan pemilikan paten tidak menghapus hak penemu untuk tetap dicantumkan nama dan identitas lainnya dalam paten yang bersangkutan

(1)    Pemegang Paten berhak memberi lisensi kepada orang lain berdasarkan surat perjanjian lisensi untuk, melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17.

(2)    Kecuali jika diperjanjikan lain, maka lingkup lisensi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi semua perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, berlangsung selama jangka waktu lisensi diberikan dan berlaku untuk seluruh wilayah Negara Republik Indonesia.

Kecuali jika diperjanjikan lain, maka Pemegang Paten tetap boleh melaksanakan sendiri atau memberi lisensi kepada pihak ketiga lainnya untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17.

(1)    Perjanjian lisensi dilarang memuat ketentuan yang langsung maupun tidak langsung dapat menimbulkan akibat yang merugikan perekonomian Indonesia atau memuat pembatasan yang menghambat kemampuan bangsa Indonesia dalam menguasai dan mengembangkan teknologi pada umumnya dan yang berkaitan dengan penemuan yang diberi paten tersebut pada khususnya.

(2)    Pendaftaran dan permintaan pencatatan perjanjian lisensi yang memuat ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus ditolak oleh Kantor Paten.

(1)    Perjanjian lisensi wajib didaftarkan pada Kantor Paten dan dicatat dalam Daftar Umum Paten dengan membayar biaya yang besarnya ditetapkan oleh Menteri.

(2)    Syarat dan tatacara pendaftaran dan pencatatan perjanjian lisensi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Ketentuan lebih lanjut mengenai perjanjian lisensi diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Lisensi Wajib adalah lisensi untuk melaksanakan suatu paten yang diberikan oleh Pengadilan Negeri setelah mendengar Pemegang Paten yang bersangkutan.

(1)    Setiap orang setelah lewat jangka waktu tiga puluh enam bulan terhitung sejak tanggal pemberian paten, dapat mengajukan permintaan Lisensi Wajib kepada Pengadilan Negeri untuk melaksanakan paten yang bersangkutan.

(2)    Permintaan Lisensi Wajib sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan dengan alasan bahwa paten yang bersangkutan tidak dilaksanakan di Indonesia oleh Pemegang Paten padahal kesempatan untuk melaksanakannya secara komersial sepatutnya ditempuh.

(3)    Dengan memperhatikan kemampuan dan perkembangan keadaan, Pemerintah dapat menetapkan bahwa pada tahap awal pelaksanaan Undang‑undang ini permintaan Lisensi Wajib diajukan kepada Pengadilan Negeri tertentu.

(1)    Selain kebenaran alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (2), Lisensi Wajib hanya dapat diberikan apabila:

a. orang yang mengajukan permintaan tersebut dapat menunjukkan bukti yang meyakinkan bahwa ia :

1) mempunyai kemampuan untuk melaksanakan sendiri paten yang bersangkutan secara penuh.

2) mempunyai sendiri fasilitas untuk melaksanakan paten yang bersangkutan secepatnya.

b. Pengadilan Negeri berpendapat bahwa paten tersebut dapat dilaksanakan di Indonesia dalam skala ekonomi yang layak dan dapat memberi kemanfaatan kepada sebagian besar masyarakat.

(2)    Pemeriksaan atas permintaan Lisensi Wajib dilakukan oleh Pangadilan Negeri dalam suatu persidangan dengan mendengarkan pula pendapat ahli dari Kantor Paten dan Pemegang Paten yang bersangkutan.

(3)    lisensi Wajib diberikan untuk jangka waktu yang tidak lebih lama dari jangka waktu pelaksanaan paten yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Apabila berdasarkan bukti serta pendapat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 Pengadilan Negeri memperoleh keyakinan bahwa jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 belum cukup bagi Pemegang Paten untuk melaksanakannya secara komersial di Indonesia, Pengadilan Negeri dapat menetapkan penundaan untuk sementara waktu proses persidangan tersebut atau menolaknya.

(1)    Pelaksanaan Lisensi Wajib disertai dengan pemberian pembayaran royalti oleh Pemegang Lisensi Wajib kepada Pemegang Paten.

(2)    Besarnya royalti yang harus dibayarkan dan cara pembayarannya, ditetapkan Pengadilan Negeri yang memberikan Lisensi Wajib.

(3)    Penetapan besarnya royalti dilakukan dengan memperhatikan tata cara yang lazim digunakan dalam perjanjian lisensi paten atau yang lainnya yang sejenis.

Dalam putusan Pengadilan Negeri mengenai pemberian Lisensi Wajib dicantumkan hal‑hal sebagai berikut :

a. alasan pemberian Lisensi Wajib;

b. bukti termasuk keterangan atau penjelasan yang diyakini untuk dijadikan dasar pemberian Lisensi Wajib;

c. jangka waktu Lisensi Wajib;

d. besarnya royalti yang harus dibayarkan Pemegang Lisensi Wajib kepada Pemegang Paten dan cara pembayarannya;

e. syarat berakhirnya Lisensi Wajib dan hal yang dapat membatalkannya;

f. lain‑lain yang diperlukan untuk menjaga kepentingan para pihak yang bersangkutan secara adil.

(1)    Pemegang lisensi Wajib berkewajiban  mendaftarkan lisensi Wajib yang diterimanya pada Kantor Paten dan dicatat dalam Daftar Umum Paten.

(2)    Lisensi Wajib yang telah didaftarkan secepatnya diumumkan oleh Kantor Paten dalam Berita Resmi Paten.

(3)    Atas pendaftaran Lisensi Wajib dikenakan biaya yang besarnya ditetapkan Menteri.

(4)    Lisensi Wajib baru dapat dilaksanakan setelah didaftarkan dan dibayarnya biaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (3).

(5)    Pelaksanaan Lisensi Wajib dianggap sebagai pelaksanaan paten.

(1)    Lisensi Wajib dapat pula sewaktu‑waktu dimintakan oleh Pemegang Paten atas dasar alasan bahwa pelaksanaan patennya tidak mungkin dapat dilakukan tanpa melanggar paten lainnya yang telah ada.

(2)    Permintaan Lisensi Wajib sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dipertimbangkan apabila paten yang akan dilaksanakan benar‑benar mengandung unsur pembaharuan teknologi yang nyata‑nyata lebih maju daripada paten yang telah ada tersebut.

(3)    Ketentuan mengenai pengajuan permintaan kepada Pengadilan Negeri, pembayaran royalti, isi putusan pengadilan, pendaftaran dan pencatatan, serta jangka waktu atau pembatalan Lisensi Wajib yang diatur dalam Bagian Ketiga Bab ini berlaku pula dalam hal permintaan Lisensi Wajib sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), kecuali ketentuan mengenai jangka waktu pengajuan permintaan sebagaimana diatur dalam Pasal 82 ayat (1).

(1)    Atas permintaan Pemegang Paten, Pengadilan Negeri dapat membatalkan Lisensi Wajib yang semula diberikannya apabila:

a. alasan yang dijadikan dasar bagi pemberian Lisensi Wajib tidak ada lagi;

b. penerima Lisensi Wajib ternyata tidak melaksanakan Lisensi Wajib tersebut atau tidak melakukan usaha persiapan yang sepantasnya untuk segera melaksanakannya;

c. penerima Lisensi Wajib tidak lagi menaati syarat dan ketentuan lainnya termasuk kewajiban pembayaran royalti yang ditetapkan dalam pemberian Lisensi Wajib.

(2)    Dalam hal Pengadilan Negeri memutuskan pembatalan Lisensi Wajib, selambat‑lambatnya empat belas hari sejak tanggal putusan Pengadilan Negeri wajib menyampaikan salinan putusan tersebut kepada Kantor Paten untuk dicatat dalam Daftar Umum Paten dan diumumkan dalam Berita Resmi Paten.

(3)    Kantor Paten wajib memberitahukan pencatatan dan pengumuman Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) kepada Pemegang Paten, Pemegang Lisensi Wajib yang dibatalkan dan Pengadilan Negeri yang memutuskan pembatasan tersebut selambat‑lambatnya empat betas hari sejak Kantor Paten menerima salinan putusan Pengadilan Negeri tersebut.

(1)    Lisensi Wajib berakhir dengan selesainya jangka waktu yang ditetapkan dalam pemberiannya, dibatalkan atau dalam hal Pemegang Linsesi wajib menyerahkan kembali lisensi yang diperolehnya kepada Kantor Paten sebelum jangka waktu tersebut berakhir.

(2)    Kantor Paten mencatat Lisensi Wajib yang telah berakhir jangka waktunya dalam buku Daftar Umum Paten, mengumumkan dalam Berita Resmi Paten dan memberitahukannya secara tertulis kepada Pemegang Paten serta Pengadilan Negeri yang memutuskan pemberiannya.

Batal atau berakhirnya Lisensi Wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 dan Pasal 90 berakibat pulihnya hak Pemegang Paten atas paten yang bersangkutan terhitung sejak tanggal pencatatannya dalam Daftar Umum Paten.

(1)    Lisensi Wajib tidak dapat dialihkan kecuali karena pewarisan.

(2)    Lisensi Wajib yang beralih karena pewarisan tetap terikat oleh syarat pemberiannya dan ketentuan lainnya terutama mengenai jangka waktu dan harus dilaporkan kepada Kantor Paten untuk dicatat dalam Daftar Umum Paten.

Ketentuan lebih lanjut mengenai Lisensi Wajib diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Paten Yang Batal Demi Hukum

(1)    Paten dinyatakan batal demi hukum oleh Kantor Paten dalam hal:

a. tidak dilaksanakan dalam jangka waktu empat puluh delapan bulan sejak tanggal pemberian paten;

b. tidak dipenuhi kewajiban membayar biaya tahunan dalam jangka waktu yang diatur dalam Undang‑undang ini.

(2)    Dikecualikan dari ketentuan ayat (1) adalah paten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105 ayat (2).

(1)    Batalnya paten demi hukum diberitahukan secara tertulis oleh Kantor Paten kepada Pemegang Paten dan Pemegang Lisensi Paten yang bersangkutan serta mulai berlaku sejak tanggal pemberitahuan tersebut.

(2)    Batalnya Paten dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 ayat (1) dicatat dalam Daftar Umum Paten dan diumumkan dalam Berita Resmi Paten.

Pembatalan Paten Atas Permintaan Pemegang Paten

(1)    Paten dapat dibatalkan oleh Kantor Paten untuk seluruhnya atau sebagian atas permintaan Pemegang Paten yang diajukan secara tertulis kepada Kantor Paten.

(2)    Pembatalan paten sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dapat dilakukan, jika orang yang menurut catatan dalam Daftar Umum Paten memegang lisensi untuk melaksanakan paten yang bersangkutan tidak memberikan persetujuan secara tertulis yang dilampirkan pada permintaan pembatalan tersebut.

(3)    Keputusan pembatalan paten diberitahukan secara tertulis oleh Kantor Paten kepada Pemegang Paten dan kepada orang yang menurut catatan dalam Daftar Umum Paten menjadi Pemegang Lisensi Paten yang bersangkutan.

(4)   Keputusan pembatalan paten karena alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dicatat dalam Daftar Umum Paten dan diumumkan dalam Berita Resmi Paten.

(5)    Pembatalan paten berlaku sejak tanggal ditetapkannya keputusan Kantor Paten mengenai pembatalan tersebut.

Pembatalan Paten Karena Gugatan

(1)    Gugatan pembatalan paten dapat dilakukan dalam hal:

a. menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 7, paten itu seharusnya tidak dapat diberikan;

b. paten tersebut sama dengan paten lain yang telah diberikan kepada orang lain untuk penemuan yang sama berdasarkan Undang‑undang ini.

(2)    Gugatan pembatalan karena alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a diajukan pihak ketiga kepada Pemegang Paten melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

(3)    Gugatan pembatalan karena alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b dapat diajukan Pemegang Paten atau Pemegang Lisensi kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat agar paten lain yang sama dengan patennya dibatalkan.

Jika gugatan pembatalan paten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 hanya mengenai satu atau beberapa klaim atau bagian dari klaim, maka pembatalan diberikan hanya terhadap hal yang digugat pembatalannya.

(1)    Salinan gugatan dan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tentang pembatalan paten harus segera disampaikan oleh Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kepada Kantor Paten.

(2)    Kantor Paten mencatat gugatan dan putusan tentang pembatalan paten dicatat dalam Daftar Umum Paten dan diumumkan dalam Berita Resmi Paten.

Akibat Pembatalan Paten

Pembatalan paten menghapuskan segala akibat hukum yang berkaitan dengan paten dan hak‑hak lainnya yang berasal dari paten tersebut.

Kecuali jika ditentukan lain dalam putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, pembatalan paten untuk seluruhnya atau sebagian berlaku sejak tanggal putusan pembatalan tersebut.

(1)    Pemegang Lisensi dari paten yang batal demi hukum, tetap berhak melaksanakan lisensi yang dimilikinya sampai dengan berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian lisensi.

(2)    Pemegang Lisensi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak lagi wajib meneruskan pembayaran royalti yang seharusnya masih wajib dilakukannya.

(3)    Dalam hal Pemegang Paten terlebih dahulu sudah menerima secara sekaligus royalti dari Pemegang Lisensi, Pemegang Paten tersebut tidak berkewajiban mengembalikan jumlah royalti yang sebanding dengan sisa jangka waktu penggunaan lisensi.

(1)    Lisensi dari paten yang dinyatakan batal oleh sebab‑sebab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (1) huruf b yang diperoleh dengan itikad baik sebelum diajukannya gugatan pembatalan atas paten yang bersangkutan, tetap berlaku terhadap paten lainnya.

(2)    Lisensi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tetap berlaku dengan ketentuan bahwa Pemegang Lisensi tersebut untuk selanjutnya tetap Wajib membayar royalti kepada Pemegang Paten yang tidak dibatalkan, yang besarnya sama dengan jumlah yang diperjanjikan sebelumnya dengan Pemegang Paten yang patennya dibatalkan.

PELAKSANAAN PATEN OLEH PEMERINTAH

(1)    Apabila Pemerintah berpendapat bahwa suatu paten di Indonesia sangat penting artinya bagi penyelenggaraan pertahanan keamanan Negara, Pemerintah dapat melaksanakan sendiri paten yang bersangkutan.

(2)    Keputusan untuk melaksanakan sendiri suatu paten ditetapkan dengan Keputusan Presiden setelah mendengar pertimbangan Menteri dan Menteri yang bertanggung jawab di bidang pertahanan keamanan Negara.

(1)    Ketentuan Pasal 104 berlaku pula bagi penemuan yang dimintakan paten tetapi tidak diumumkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52.

(2)    Dalam hal Pemerintah tidak atau belum bermaksud untuk melaksanakan sendiri paten sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pelaksanaan paten serupa itu hanya dapat dilakukan dengan persetujuan Pemerintah.

(3)    Pemegang Paten sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dibebaskan dari kewajiban pembayaran biaya tahunan sampai dengan paten tersebut dapat dilaksanakan.

(1)    Dalam hal Pemerintah bermaksud melaksanakan sendiri suatu paten yang penting artinya bagi penyelenggaraan pertahanan keamanan Negara, Pemerintah memberitahukan secara tertulis hal tersebut kepada Pemegang Paten dengan mencantumkan:

a. paten yang dimaksudkan dengan nama dan nomornya;

c. jangka waktu pelaksanaan;

d. lain‑lain yang dipandang penting.

(2)    Pelaksanaan paten oleh Pemerintah dilakukan dengan pemberian imbalan yang wajar kepada Pemegang Paten.

(1)    Keputusan Pemerintah bahwa suatu paten akan dilaksanakan sendiri oleh Pemerintah bersifat final.

(2)    Dalam hal Pemegang Paten tidak setuju terhadap besarnya imbalan yang ditetapkan Pemerintah, maka keberatan mengenai hal tersebut dapat diajukan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

(3)    Keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diajukan sebagai gugatan perdata.

(4)    Proses pemeriksaan gugatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tidak menghentikan pelaksanaan paten oleh Pemerintah.

Pelaksanaan lebih lanjut bagi ketentuan yang terdapat dalam Bab ini diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Kecuali untuk hal‑hal yang secara khusus diatur untuk Paten Sederhana, ketentuan lain mengenai paten sebagaimana diatur dalam Undang‑undang ini berlaku pula bagi Paten Sederhana.

(1)    Paten Sederhana hanya diberikan untuk satu klaim.

(2)    Terhadap permintaan Paten Sederhana langsung dilakukan pemeriksaan yang bersifat substantif.

(1)    Untuk Paten Sederhana diberikan Surat Paten Sederhana oleh Kantor Paten.

(2)    Paten Sederhana yang diberikan Kantor Paten sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dicatat dalam Daftar Umum Paten Sederhana.

(3)    Terhadap keputusan penolakan permintaan Paten Sederhana tidak dapat dimintakan banding kepada Komisi Banding Paten.

(1)    Jangka waktu Paten Sederhana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 tidak dapat diperpanjang.

(2)    Untuk Paten Sederhana tidak dapat dimintakan Lisensi Wajib dan tidak dikenakan biaya tahunan.

Ketentuan lebih lanjut mengenai Paten Sederhana, diatur oleh Menteri.

(1)    Untuk setiap pengajuan permintaan paten, permintaan pemeriksaan, perpanjangan jangka waktu paten, Surat Keterangan Pemakai Terdahulu, petikan Daftar Umum Paten dan salinan Surat Paten, salinan dokumen paten, pencatatan pengalihan paten, pendaftaran Surat Perjanjian Lisensi, pendaftaran Lisensi Wajib, serta lain‑lainnya yang ditentukan dalam Undang‑undang ini, wajib membayar biaya yang besarnya ditetapkan oleh Menteri.

(2)    Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan, jangka waktu dan tata cara pembayaran biaya tersebut diatur oleh Menteri.

Pembayaran biaya tahunan untuk pertama kali harus dilakukan selambat‑lambatnya setahun terhitung sejak tanggal pemberian paten atau pencatatan lisensi dan untuk pembayaran tiap‑tiap tahun berikutnya selama paten atau lisensi itu berlaku harus dilakukan selambat‑lambatnya pada tanggal yang sama dengan tanggal pemberian paten atau pencatatan lisensi yang bersangkutan.

(1)    Apabila selama tiga tahun berturut‑turut Pemegang Paten tidak membayar biaya tahunan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 19 dan Pasal 115, maka paten dianggap berakhir terhitung sejak tanggal yang menjadi akhir batas waktu kewajiban pembayaran untuk tahun yang ketiga tersebut.

(2)    Apabila tidak dipenuhi kewajiban pembayaran biaya tahunan tersebut berkaitan dengan kewajiban pembayaran biaya tahunan untuk tahun kedua belas dan selanjutnya maka paten dianggap berakhir pada akhir batas waktu kewajiban pembayaran biaya tahunan untuk tahun yang bersangkutan.

(3)    Berakhirnya jangka waktu paten karena alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dicatat dalam Daftar Umum Paten dan diumumkan dalam Berita Resmi Paten.

(1)    Kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 ayat (3), pembayaran biaya tahunan yang terlambat dilakukan dari batas waktu sebagaimana ditentukan dalam Pasal 115 dikenakan biaya tambahan sebesar dua puluh lima perseratus untuk tiap tahun.

(2)    Keterlambatan pembayaran biaya tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberitahukan secara tertulis oleh Kantor Paten dalam waktu tujuh hari setelah lewatnya batas waktu yang ditentukan kepada Pemegang Paten yang bersangkutan

(3)    Tidak diterimanya surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) oleh yang tersangkutan tidak mengurangi berlakunya ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

(1)    Penyelenggaraan administrasi atas paten sebagaimana diatur dalam Undang‑undang ini, dilaksanakan oleh Kantor Paten.

(2)    Penyelenggaraan administrasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan kewenangan instansi lain sebagaimana diatur dalam Undang‑undang ini.

Kantor Paten menyelenggarakan dokumentasi dan pelayanan informasi paten yang dilaksanakan dengan membentuk suatu sistem dokumentasi dan jaringan informasi paten yang bersifat nasional, sehingga seluas mungkin mampu menyediakan informasi kepada masyarakat mengenai teknologi yang diberi paten.

Dalam melaksanakan pengelolaan paten, Kantor Paten memperoleh pembinaan dari dan bertanggungjawab kepada Menteri.

(1)    Jika suatu paten diberikan kepada orang lain selain dari pada orang yang berdasarkan Pasal 11, Pasal 12 dan Pasal 13 berhak atas paten tersebut, maka orang yang berhak atas paten itu dapat menuntut ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat supaya paten yang bersangkutan berikut hak‑hak yang melekat pada paten tersebut diserahkan kepadanya untuk seluruhnya atau untuk sebagian ataupun untuk dimiliki bersama.

(2)    Salinan putusan atas tuntutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) oleh Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat segera disampaikan kepada Kantor Paten untuk selanjutnya dicatat dalam Daftar Umum Paten dan diumumkan dalam Berita Resmi Paten.

(1)    Pemegang Paten atau Pemegang Lisensi berhak menuntut ganti rugi melalui Pengadilan Negeri setempat, siapapun yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 terhadap haknya.

(2)    Tuntutan ganti rugi yang diajukan terhadap perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (1) huruf b hanya dapat diterima apabila hasil produksi itu terbukti dibuat dengan menggunakan penemuan yang telah diberi paten tersebut.

(3)    Putusan Pengadilan Negeri tentang tuntutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) oleh Panitera Pengadilan Negeri yang bersangkutan segera disampaikan kepada Kantor Paten untuk selanjutnya dicatat dalam Daftar Umum Paten dan diumumkan dalam Berita Resmi Paten.

(1)    Untuk mencegah kerugian yang lebih besar pada pihak yang haknya dilanggar, maka sewaktu masih dalam pemeriksaan oleh Pengadilan Negeri, Hakim dapat memerintahkan pelanggar paten tersebut untuk menghentikan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17.

(2)    Jika dituntut penyerahan barang hasil pelanggaran paten atau nilai barang tersebut maka Hakim dapat memerintahkan bahwa penyerahan baru dapat dilaksanakan setelah putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap dan setelah dibayar ganti rugi oleh orang yang menuntut kepada pemilik barang‑barang yang beritikad baik.

Hak untuk mengajukan tuntutan sebagaimana diatur dalam Bab ini tidak mengurangi hak Negara untuk melakukan tuntutan pidana terhadap pelanggaran paten.

(1)    Terhadap putusan Pengadilan Negeri dapat diajukan banding kepada Pengadilan Tinggi dan kasasi kepada Mahkamah Agung.

(2)    Putusan banding dan putusan kasasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) oleh Panitera Pengadilan Negeri harus segera disampaikan kepada Kantor Paten untuk selanjutnya dicatat dalam Daftar Umum Paten dalam diumumkan dalam Berita Resmi Paten.

Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar hak Pemegang Paten dengan melakukan salah satu tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dipidana dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar hak Pemegang Paten Sederhana dengan melakukan salah satu tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

Barangsiapa dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3), Pasal 46 dan Pasal 52 dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun.

Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini adalah kejahatan.

(1)    Selain penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, juga pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan departemen yang lingkup tugas dan tanggungjawabnya meliputi pembinaan paten, diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang‑undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang paten.

(2)    Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berwenang:

a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang paten;

b. melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana di bidang paten;

c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan sehubungan dengan peristiwa tindak pidana di bidang paten;

d. melakukan pemeriksaan atas pembukuan, pencatatan dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang paten;

e. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan dan barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang paten;

f. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang paten.

(3)    Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan melaporkan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum, sesuai dengan ketentuan Pasal 107 Undang‑undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

(1)    Dalam waktu satu tahun terhitung sejak tanggal mulai berlakunya Undang‑undang ini, mereka yang telah mengajukan pendaftaran permintaan paten berdasarkan Pengumuman Pemerintah tahun 1953 dalam 10 (sepuluh) tahun sebelum tanggal mulai berlakunya Undang‑undang ini, dapat mengajukan permintaan paten berdasarkan ketentuan Undang‑undang ini.

(2)    Apabila permintaan paten yang telah terdaftar dan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak diajukan kembali dalam waktu satu tahun terhitung sejak tanggal berlakunya Undang‑undang ini, permintaan paten tersebut dianggap berakhir.

(3)    Pendaftaran permintaan paten berdasarkan Pengumuman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang diajukan lebih dari sepuluh tahun sebelum mulai tanggal berlakunya Undang‑undang ini, dinyatakan gugur.

(4)    Terhadap permintaan paten sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku ketentuan dalam Undang‑undang ini dan dalam hal. diberikan paten maka jangka waktu berlakunya diperhitungkan sejak tanggal diterimanya permintaan paten berdasarkan Pengumuman tersebut.

Pembentukan badan yang berfungsi memberikan pertimbangan tentang kebijaksanaan strategis dalam masalah paten, dilakukan oleh Pemerintah sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan.

Semua peraturan yang telah ada mengenai paten sejak tanggal diundangkannya Undang‑undang ini dinyatakan tidak berlaku lagi.

Undang‑undang ini mulai berlaku pada tanggal 1 Agustus 1991.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang‑undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

pada tanggal 1 Nopember 1989

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 1 Nopember 1989

MENTERI/SEKRETARIS NEGARA

UNDANG‑UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Dalam Garis‑garis Besar Haluan Negara ditegaskan bahwa sasaran utama pembangunan jangka panjang adalah terciptanya landasan yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk tumbuh dan berkembang atas kekuatannya sendiri menuju masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Adapun titik beratnya, adalah pembangunan bidang ekonomi dengan sasaran utama terwujudnya struktur ekonomi yang seimbang di mana terdapat kemampuan dan kekuatan industri yang maju yang didukung oleh kekuatan dan kemampuan pertanian yang tangguh.

Landasan serupa itu telah diupayakan secara terus‑menerus dan bertahap oleh bangsa Indonesia sejak Repelita pertama. Melalui tahapan Repelita demi Repelita tersebut, bangsa Indonesia pada saat ini telah sampai pada tahap yang sangat penting yaitu mewujudkan struktur ekonomi dengan titik berat kekuatan industri yang didukung oleh bidang pertanian yang kuat. Dengan struktur ekonomi seperti ini, dalam tahap pembangunan lima tahun selanjutnya bangsa Indonesia dapat memasuki era tinggal landas untuk lebih memacu pembangunan atas dasar kekuatan sendiri guna mewujudkan tujuan pembangunan Nasional. Dengan memperhatikan arah dan sasaran pembangunan sebagaimana disebut di atas, khususnya yang berkaitan dengan upaya untuk membangun kekuatan industri, faktor yang perlu diperhatikan adalah kebutuhan akan teknologi. Faktor ini penting, karena pada dasarnya merupakan salah satu kunci yang sifatnya menentukan kehidupan industri. Bahkan lebih dari itu teknologi adalah faktor penentu dalam pertumbuhan dan perkembangan industri. Apakah teknologi itu berasal dari Negara lain, ataukah hasil penemuan dan pengembangan bangsa Indonesia sendiri, memiliki arti yang sama pentingnya.

Sebagai ilmu pengetahuan yang diterapkan dalam proses industri, teknologi lahir dari kegiatan penelitian dan pengembangan.

Kegiatan tersebut dapat saja berlangsung dalam bentuk dan cara yang sederhana, tetapi dapat pula dalam bentuk dan cara yang lebih pelik dan memakan waktu, melalui lembaga penelitian dan pengembangan (Research and Development/R & D). Teknologi yang dihasilkan dari kegiatan itupun beraneka ragam sesuai dengan jenis dan kemanfaatannya. Dari segi nilai, kegiatan penemuan teknologi dan pengembangannya, selalu melibatkan tenaga dan pikiran, waktu dan juga biaya yang biasanya sangat besar jumlahnya. Tetapi bagaimanapun bentuk, cara penemuan, waktu dan biaya yang tersangkut dalam kegiatan tersebut, teknologi tetap memiliki arti dan peran yang khusus dalam industri. Dengan teknologi itu pula, segi teknis dan ekonomis suatu produk industri akan dipengaruhi atau ditentukan nilainya di pasar. Dengan pemanfaatan teknologi, akan makin memperkuat daya saing suatu produk industri.

Dengan memperhatikan arti dan peran teknologi yang begitu penting dalam industri, maka tidaklah mungkin bilamana pencapaian sasaran pembangunan industri nasional dapat dilakukan dengan mengabaikan teknologi. Oleh sebab itu, langkah untuk menciptakan iklim atau suasana yang baik dan mampu mendorong gairah atau semangat penemuan teknologi, menjadi sangat penting. Setidaknya, iklim yang lebih memungkinkan bangsa Indonesia untuk mengetahui dan meningkatkan kemampuan dalam menguasai teknologi. Bersamaan dengan langkah untuk mewujudkan iklim atau suasana seperti itu, langkah tersebut sekaligus harus pula memberikan perlindungan hukum yang memadai.

Teknologi pada dasarnya lahir dari karsa intelektual, sebagai karya intelektual manusia. Karena kelahirannya telah melibatkan tenaga, waktu dan biaya ‑berapapun besarnya‑, maka teknologi memiliki nilai atau manfaat ekonomi. Oleh sebab itu, adalah wajar bilamana terhadap hak atas penemuan tersebut diberi perlindungan hukum. Adanya kepastian bahwa hak seseorang akan memperoleh perlindungan hukum itulah, yang pada gilirannya akan memperkuat iklim yang baik bagi penyelenggaraan kegiatan yang melahirkan teknologi.

Dalam ilmu hukum dan praktek yang secara luas dianut oleh bangsa lain, hak atas karya intelektual tersebut diakui sebagai hak milik yang sifatnya tidak berwujud. Hak seperti ini yang dikenal dengan paten.

Dalam kerangka perwujudan iklim yang mampu mendorong semangat penemuan dan sekaligus pemberian perlindungan hukum itulah, ketentuan paten disusun dalam Undang‑undang ini. Sebagai hak, paten diberikan oleh Negara apabila diminta oleh penemu, baik orang atau badan hukum yang berhak atas penemuan tersebut. Paten adalah hak yang khusus (eksklusif) sifatnya. Artinya, paten adalah hak yang hanya diberikan kepada pemegangnya untuk dalam jangka waktu tertentu melaksanakan sendiri penemuan tersebut, atau untuk memberi kewenangan kepada orang lain guna melaksanakannya. Dalam waktu tertentu itu pula, pihak lain dilarang untuk melaksanakan penemuan tersebut kecuali atas ijin Pemegang Paten yang bersangkutan.

Memperhatikan perkembangan yang sangat pesat di bidang teknologi, khususnya elektronika, peranan Integrated Circuit dalam menunjang perkembangan tersebut membawa dampak sangat luas, maka masalah Integrated Circuit tidak dimasukkan dalam lingkup pengaturan Undang‑undang ini. Bidang tersebut memerlukan pengaturan tersendiri.

Dengan sifat paten seperti tersebut di atas, maka sebagaimana halnya dengan hak milik lainnya, paten juga diperlakukan sedemikian pula dalam Undang‑undang ini. Karenanya, perampasan atau penyitaan paten oleh Negara tidak dianut didalamnya. Namun demikian penghargaan terhadap hak seperti itu tidak berarti pengakuan bahwa paten dapat digunakan tanpa batas. Seperti hak milik lainnya, paten juga memiliki fungsi sosial. Paten dibatasi oleh jangka waktu tertentu. Selain itu, paten wajib untuk dilaksanakan atau digunakan di Indonesia.

Dalam hubungan kewajiban untuk melaksanakan paten ini, masyarakat industri dapat pula melakukan pengawasan. Bila paten tidak dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu, atau tidak cukup dilaksanakan secara komersial, sedangkan kesempatan untuk itu sebenarnya dimiliki, maka masyarakat industri dapat meminta kepada Pengadilan Negeri untuk memberi ijin kepadanya guna melaksanakan paten yang bersangkutan.

Demikian pula halnya apabila sesuatu penemuan (termasuk yang telah mendapat paten) ternyata sangat penting artinya bagi penyelenggaraan pertahanan keamanan Negara maka Pemerintah dapat melaksanakannya sendiri. Walaupun demikian , sejalan dengan sikap penghargaan terhadap paten sebagai hak dan keinginan untuk mewujudkan iklim yang sebaik‑baiknya guna mendorong kegiatan penemuan teknologi, pembatasan yang dikaitkan dengan prinsip mengenai fungsi sosial itupun tetap dirancang secara seimbang. Artinya, pelaksanaan paten oleh pihak lain, termasuk oleh Pemerintah, tetap harus berlangsung atas dasar ketentuan yang adil. Pelaksanaan paten serupa itu, tetap harus sepengetahuan Pemegang Paten. Ia harus diberitahu pada kesempatan pertama dan didengar penjelasannya. Imbalan yang wajar, dalam arti jumlah dan cara perhitungannya yang sesuai dengan praktek yang lazim, harus tetap diberikan.

Selain pembatasan yang berlandaskan prinsip fungsi sosial, Undang‑undang ini juga mencegah kemungkinan timbulnya penyalahgunaan paten. Hal yang dapat menjurus pada praktek dagang yang merugikan pihak lain dan merugikan masyarakat serta perekonomian Negara pada umumnya, harus dihindari. Oleh karena itu, Undang‑undang ini mengatur antara lain perihal pemasukan (impor) hasil produksi oleh pihak lain dalam kaitannya dengan pemilikan suatu paten dan beberapa hal lain yang berkaitan dengan lisensi. Khusus mengenai masalah lisensi ini, karena luasnya cakupan yang hendak dicapai, Undang‑undang ini mengamanatkan kepada Pemerintah untuk mengaturnya lebih lanjut agar selalu sesuai dengan kebutuhan dan keadaan.

Hal lain yang memperoleh pertimbangan dalam Undang‑undang ini adalah kondisi perekonomian dan kehidupan industri di Indonesia saat ini dan sasaran yang ingin dicapai di masa yang akan datang, serta tingkat penguasaan dan kemampuan bangsa Indonesia di bidang teknologi baik sekarang maupun di masa depan.

Dengan mengkaji hal di atas, Undang‑undang ini dengan tegas menyatakan bidang penemuan teknologi yang tidak dapat dimintakan paten. Begitu pula untuk penemuan teknologi di bidang tertentu yang dalam kebijaksanaan pembangunan industri nasional, dapat ditunda untuk sementara pemberian patennya. Bedanya, hal yang terakhir ini dipertimbangkan secara kasus demi kasus, dan keputusannya diserahkan kepada Presiden.

Hal terakhir yang penting pula untuk dipertimbangkan, adalah segi pengelolaan ketentuan paten. Bidang ini memiliki aspek yang sangat luas : sosial, budaya, ekonomi, hukum, politik dan pertahanan keamanan Negara.

Jangkauannya meliputi sektor yang erat berkaitan satu dengan lainnya. Oleh karenanya, pengelolaannya diharapkan dapat pula dilakukan secara komprehensif dan memadai. Pengelolaan tersebut perlu didorong agar terhindar dari sikap dan cara pandang yang administratif‑rutin, tetapi harus lebih kreatif. Ketentuan paten tidak hanya sekedar diarahkan bagi kemajuan industri yang akan menjadi tulang punggung ekonomi nasional, tetapi juga untuk mendorong kegiatan penemuan dan pengembangan teknologi di kalangan bangsa Indonesia. Dari segi ini, adanya sistem dokumentasi dan jaringan informasi paten yang secara efektif dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat industri ataupun peneliti, perlu diusahakan. Sebab, paten memang merupakan salah satu sumber informasi teknologi.

Karena itu pula, badan yang diserahi tugas untuk mengelolanya perlu diberi sarana dan prasarana yang memungkinkannya untuk melaksanakan tugas secara efisien dan efektif.

PENJELASAN PASAL DEMI PASAL

Negara dalam hal ini diwakili oleh Pemerintah, yang pelaksanaannya dilakukan oleh badan khusus yang ditunjuk dalam Undang‑undang ini. Teknologi pada dasarnya adalah ilmu pengetahuan yang diterapkan dalam proses industri. Teknologi biasanya lahir atau ditemukan melalui kegiatan penelitian dan pengembangan (research and development).

Bagi penemu, hak khusus tersebut bersifat eksklusif, artinya hak tersebut hanya diberikan kepada penemu sebagai satu‑satunya yang berhak atas penemuannya.

Dalam hal ini, hak seperti itu tetap melekat pada penemu dan tidak berkurang sekalipun di kemudian hari ada pula yang berdasarkan Undang‑undang ini diakui sebagai penemu terdahulu.

Yang dimaksud dengan orang, meliputi pula badan hukum.

Angka 2 sampai dengan Angka 7

Yang dimaksud dengan permintaan pertama adalah permintaan paten yang telah diajukan untuk pertama kali di suatu negara lain. Dalam Undang‑undang ini, penemu dari luar negeri dapat pula mengajukan permintaan paten di Indonesia sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Konvensi Paris. Terhadap permintaan paten serupa itu diberikan hak untuk didahulukan apabila permintaan tersebut diajukan dalam waktu dan sesuai syarat‑syarat yang ditentukan dalam Undang‑undang ini.

Hak untuk didahulukan seperti itu, disebut hak prioritas.

Dalam hal pengumuman tersebut dilakukan dalam bentuk penguraian, lisan, maka hal itu harus berlangsung dalam forum resmi, apapun namanya, yang disebarluaskan secara nasional. Yang dimaksud dengan diumumkan di Indonesia atau di luar Indonesia, adalah sama dengan diumumkan di dalam negeri atau di luar negeri.

Yang dimaksud dengan pameran yang resmi adalah pameran yang diselenggarakan oleh Pemerintah, sedangkan pameran yang diakui sebagai resmi adalah pameran yang diselenggarakan oleh masyarakat tetapi diakui atau memperoleh persetujuan Pemerintah.

Dapat digunakan dalam berbagai jenis industri maksudnya penemuan mengenai proses.

Karena memiliki nilai kegunaan praktis, maka terkandung pula di dalamnya nilai ekonomis. Benda, alat, atau hasil produksi seperti itu tidak memiliki kualitas penemuan karena penemuan tersebut biasanya diperoleh dengan cara yang lebih sederhana, tidak melalui prosedur sebagaimana lazimnya kegiatan penelitian dan pengembangan.

Barang‑barang seperti itu biasanya berupa peralatan yang banyak digunakan dalam kehidupan sehari‑hari, seperti misalnya mesin pembuat bakso, alat pemarut kelapa, pemecah kulit kopi, pemipil jagung dan perontok gabah.

Karena itu, barang‑barang tersebut seringkali dikenal pula sebagai "utility model".

Karena sifatnya yang serba sederhana, maka perlindungannya diberikan dalam rangka Paten Sederhana.

Bagi Indonesia, masalah makanan dan minuman merupakan masalah yang sangat pokok sifatnya dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, dirasa tidak pada tempatnya bilamana penemuan di bidang pangan baik mengenai cara membuat maupun hasilnya, atau bahan baku untuk membuatnya, diberi paten.

Yang dimaksud dengan jenis atau varitas baru tanaman atau hewan adalah tanaman pangan atau hewan potong.

Bilamana dalam pemeriksaan, perawatan, pengobatan dan pembedahan tersebut digunakan peralatan kesehatan, maka ketentuan ini hanya berlaku bagi penemuan tentang metoda pemeriksaan dan lain‑lainya.

Peralatan kesehatan yang digunakan baik yang berupa alat, bahan, maupun obat, tidak termasuk didalamnya.

Di luar penemuan yang menurut ketentuan Pasal 7 secara mutlak tidak diberi paten, kemungkinan ada penemuan tertentu di bidang‑bidang lain yang sebenarnya dapat diberi paten tetapi untuk sementara waktu perlu ditunda pemberiannya.        Ketentuan ini pada hakekatnya hanya bersifat penundaan pemberian paten, artinya bilamana sesuatu penemuan dinilai penting bagi rakyat atau bagi kelancaran pelaksanaan program pembangunan di bidang tertentu, Presiden dapat menunda pemberian paten yang diminta untuk jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun sejak tanggal dikeluarkannya Keputusan Presiden tersebut.

Penetapan di atas sifatnya kasus per kasus dan dapat dilakukan dari waktu ke waktu sejak berlakunya Undang‑undang ini. Ketentuan ini tidak berlaku untuk penemuan yang pada waktu itu telah memperoleh paten atau sedang dimintakan paten di Indonesia dengan hak prioritas. Dengan demikian ayat ini hanya berlaku bagi penemuan yang sedang atau akan dimintakan paten.

Ketentuan ini tidak berarti diabaikannya pemenuhan syarat‑syarat administratif, bahkan hal itu tetap harus dipenuhi. Dengan adanya penundaan tersebut maka pengumuman permintaan paten bagi penemuan yang bersangkutan juga ditunda.

Sebagai imbangan dari penundaan, maka terhadap permintaan paten langsung diadakan pemeriksaan substantif setelah berakhirnya jangka waktu pengumuman. Dalam hal ini, yang bersangkutan tidak perlu lagi mengajukan permintaan pemeriksaan substantif.

Jangka waktu paten selama 14 (empat belas) tahun tersebut dapat pula dikatakan sebagai jangka waktu perlindungan hukum atas paten yang bersangkutan.

Jangka waktu itu dihitung sejak tanggal penerimaan permintaan paten (filing date).

Tanggal tersebut dinyatakan dalam Surat Paten (Letter of Patent) yang diberikan oleh Kantor Paten.

Daftar Umum Paten berupa buku yang khusus berisikan catatan tentang Surat Paten, yang dibuat dalam bentuk dan susunan yang sederhana, jelas dan rapi.

Berita Resmi Paten dapat pula disebut Jurnal Paten, yang dikelola dan diterbitkan secara berkala oleh Kantor Paten, serta ditempatkan/ditempelkan di papan pengumuman Kantor Paten yang dapat dilihat dengan mudah oleh masyarakat dan disebarluaskan.

Berita Resmi Paten memiliki kekuatan hukum yang sama dengan Tambahan Berita Negara. Sekalipun demikian, apabila Pemegang Paten menghendaki agar Surat Patennya diumumkan dalam Tambahan Berita Negara, maka hal itu dapat saja diusahakan atas biaya sendiri.

Karena benda atau alat yang dihasilkan tersebut diperoleh dengan waktu yang relatif singkat, dengan cara yang sederhana, dengan biaya yang relatif murah dan secara teknologi juga bersifat sederhana, maka jangka waktu perlindungan selama 5 (lima) tahun dinilai cukup.

Ketentuan ini memberi penegasan bahwa hanya penemu, atau yang menerima lebih lanjut hak penemu, yang berhak memperoleh paten atas penemuan yang bersangkutan. Penerimaan lebih lanjut hak penemu tersebut dapat terjadi karena pewarisan, hibah, wasiat atau perjanjian, sebagaimana diatur dalam Undang‑undang ini.

Yang dimaksud dengan mereka adalah beberapa orang yang secara bersama‑sama menghasilkan penemuan.

Ketentuan ini memberikan penegasan mengenai hak atas penemuan yang dimiliki oleh para penerima lebih lanjut dari orang‑orang yang semula secara bersama‑sama memiliki hak atas penemuan tersebut.

Yang dimaksud dengan mereka adalah orang, beberapa orang secara bersama‑sama atau badan hukum.

Undang‑undang ini memakai titik tolak bahwa yang pertama kali mengajukan permintaan paten dianggap sebagai penemu.

Apabila di kemudian hari terbukti sebaliknya secara kuat dan meyakinkan maka status sebagai penemu tersebut dapat berubah.

Termasuk dalam pengertian perjanjian kerja adalah perjanjian perburuhan. Dalam hal demikian, maka pemberi kerja adalah majikan.

Sekalipun penemu yang sebenarnya tidak memiliki hak atas penemuannya, tetapi dengan mengingat adanya manfaat ekonomi yang diperoleh dari penemuan itu, maka adalah wajar bilamana penemu juga memperoleh kesempatan untuk ikut menikmati manfaat ekonomi tersebut.

Kesempatan untuk ikut menikmati manfaat ekonomi itulah yang diwujudkan dalam bentuk pemberian imbalan. Dalam hubungan ini imbalan diartikan sebagai kompensasi.

Pencantuman nama penemu dalam Surat Paten pada dasarnya adalah lazim. Hak ini sering dikenal dengan istilah "moral right".

Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberi perlindungan kepada penemu terdahulu yang beritikad baik, tetapi tidak/belum mengajukan permintaan paten.

Dalam hal ini, kegiatan yang dilakukannya berupa pelaksanaan penemuannya tersebut dapat tetap dilaksanakan olehnya sebagai penemu terdahulu.

Penemuan tersebut dengan demikian harus benar‑benar merupakan hasil kegiatan yang dilakukan dengan itikad baik dan terpisah sama sekali dari kegiatan lain yang menghasilkan penemuan yang diberi paten.

Pemberian perlindungan selama masa yang sama tersebut didasarkan atas prinsip keadilan.

Hak khusus yang dimaksudkan adalah hak yang bersifat eksklusif. Artinya hak yang hanya diberikan kepada Pemegang Paten untuk dalam jangka waktu tertentu melaksanakan sendiri secara perusahaan atau memberi hak lebih lanjut untuk itu kepada orang lain. Dengan demikian orang lain dilarang melaksanakan paten tersebut tanpa persetujuan Pemegang Paten. Pemberian hak kepada orang lain tersebut dapat melalui pewarisan, penyerahan, perikatan atau mungkin cara peralihan hak yang lain lagi.

Paten pada dasarnya merupakan perlindungan hukum bagi penemu atas penemuannya yang diberikan untuk jangka waktu tertentu. Perlindungan serupa ini, sesuai dengan sifat eksklusif yang dimilikinya, melarang orang lain untuk tanpa hak atau persetujuan dari Pemegang Paten melaksanakan atau melakukan tindakan lainnya yang bersifat pengambilan manfaat ekonomi dari suatu penemuan.

Oleh karenanya unsur yang terpenting terletak pada aspek perlindungan hukum terhadap pemanfaatan hak tersebut di Indonesia.

Pengertian ini mengacu kepada pelaksanaan paten. Dengan demikian adalah wajar bilamana persoalannya dipisahkan dari masalah impor. Sebab impor, seperti halnya ekspor, adalah masalah tata niaga. Pemisahan antara kedua masalah ini yaitu antara perlindungan hak dan masalah tata niaga dengan demikian merupakan hal yang wajar. Bukan saja keduanya       menunjukkan bidang permasalahan yang berbeda tetapi hal inipun perlu untuk mencegah penyalahgunaan paten.

Pengimporan yang dimaksudkan dalam pasal ini, adalah yang dilakukan oleh orang selain Pemegang Paten. Adapun istilah padanan sama artinya dengan "copy product".

Pemikiran mengenai masalah ini bertolak dari prinsip yang pada dasarnya sama seperti yang diuraikan dalam Penjelasan Pasal 20. Adapun pendekatannya juga dilakukan atas asar pertimbangan untuk menjaga keseimbangan antara hak dan kepentingan, kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat pada umumnya.

Termasuk dalam pengertian ini adalah kepentingan nasional dalam pembinaan dan pengembangan industri di dalam negeri, serta peningkatan kemampuan dalam penguasaan teknologi oleh bangsa Indonesia. Sekalipun begitu memang dipahami bahwa masalah keseimbangan ini sangat bersifat situasional. Artinya, dari waktu ke waktu berkembang sesuai dengan keadaan dan kebutuhan. Karena itu dalam masalah ini perlu diberikan kelonggaran kepada Pemerintah untuk menimbang dan mengaturnya sesuai dengan perkembangan keadaan tersebut.

Ketentuan ini diperlukan untuk menjaga kepentingan orang atau badan hukum selain Pemegang Paten yang telah menguasai atau memetik manfaat ekonomi suatu penemuan yang berupa proses atau hasil produksi sebelum diberikannya paten untuk penemuan yang bersangkutan.

Penegasan ini dipandang perlu sebab selama belum diberi paten berarti belum ada perlindungan hukum.

Oleh karenanya, kegiatan pemakaian dan lain‑lain yang dilakukan sebelum adanya paten tidak dapat dinyatakan sebagai pelanggaran.

Selain kepastian hukum, hal ini juga mempunyai arti penting untuk melindungi anggota masyarakat.

Lihat Penjelasan Umum.

Penetapan besarnya biaya dilakukan dengan selalu memperhatikan keadaan dan keperluan yang mampu mendorong para penemu untuk mengajukan permintaan paten bagi penemuannya.

Yang dimaksudkan dengan bukan penemu adalah pihak lain yang menerima hak atas penemuan dari penemu. Hal itu dapat berlangsung misalnya karena pewarisan, penyerahan karena hibah atau karena perjanjian.

Ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi penemu dari kemungkinan yang merugikannya.

Permintaan paten dapat diajukan sendiri oleh penemu atau yang berhak atas penemuan dengan secara langsung datang ke Kantor Paten atau melalui jasa Pos.

Permintaan tersebut dapat pula diajukan melalui Konsultan Paten sebagai kuasa yang ahli di bidang ini. Konsultan seperti ini adalah lembaga yang secara khusus memberikan jasa yang berkaitan dengan pengajuan permintaan paten.

Tujuan pengaturan ini adalah untuk memberi kemudahan bagi penemu atau orang yang menerima hak atas penemuan, yang tidak memahami segi‑segi hukum mengenai paten ataupun segi‑segi teknis administratif yang diperlukan untuk itu. Selain itu, kemungkinan ini juga dimaksudkan untuk mempercepat proses permintaan itu sendiri. Di tangan kuasa yang ahli, diharapkan masalah‑masalah hukum dan teknis yang berkaitan dengan permintaan paten dapat diselesaikan secara cepat. Konsultan ini bertindak sebagai kuasa khusus dalam pengajuan permintaan paten.

Tugas ini menyangkut pengetahuan dan keahlian yang bersifat khusus. Oleh karenanya hanya konsultan yang memiliki pengetahuan dan keahlian di bidang paten saja yang dapat ditunjuk sebagai kuasa untuk menangani permintaan paten. Mereka terdaftar dalam daftar yang khusus dibuat oleh Kantor Paten dan dapat diketahui oleh masyarakat.

Kewajiban Konsultan Paten untuk menjaga kerahasiaan tersebut berlaku pula terhadap pihak yang terkait yang dipekerjakan oleh konsultan tersebut seperti penterjemah dan lain‑lainnya. Kewajiban tersebut berakhir pada saat permintaan paten mulai diumumkan oleh Kantor Paten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1).

Ketentuan ini merupakan pengecualian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1). Maksudnya, untuk mempermudah dan membantu mempercepat proses permintaan paten dari para penemu atau yang berhak atas penemuan yang berdomisili di luar wilayah Negara Republik Indonesia. Sebab, hal ini akan menyangkut bahasa dan pemenuhan aturan lain yang harus diperhatikan, tetapi biasanya tidak mereka kuasai.

Ketentuan ini untuk memudahkan korespondensi, tetapi juga untuk memelihara kepastian tempat tinggal atau              kedudukan di Indonesia. Selebihnya, lihat penjelasan Pasal 27.

Perjanjian internasional mengenai perlindungan paten yang dimaksud adalah Konvensi Paris atau Paris Convention on the Protection of Industrial Property, atau perjanjian internasional atau regional lainnya di bidang tersebut, yang diikuti oleh Negara Republik Indonesia.

Pihak yang berwenang mengesahkan salinan surat permintaan paten yang pertama kali adalah pejabat Kantor Paten suatu Negara di mana permintaan paten untuk pertama kali diajukan. Bila permintaan paten tersebut diajukan berdasar perjanjian internasional di bidang kerjasama paten seperti Patent Cooperation Treaty, maka pihak yang berwenang tersebut adalah WIPO (World Intellectual Property Organization, yaitu badan khusus PBB yang bertugas mengadministrasikan perjanjian internasional mengenai intellectual property).

Permintaan paten dengan hak prioritas tetap harus dilakukan dengan memperhatikan ketentuan Pasal 30.

Pengajuan dalam bahasa Indonesia tersebut dimaksudkan untuk memudahkan pemeriksaan ataupun pemanfaatannya sebagai sumber informasi teknologi bagi bangsa Indonesia.

Sudah barang tentu, bagi orang dari luar negeri yang meminta paten di Indonesia baik untuk yang pertama kali ataupun dengan hak prioritas, ada beberapa bagian yang secara teknis menjadi sulit bila harus diterjemahkan, misalnya istilah atau kata yang tercetak dalam gambar (drawing).

Bagian ini dapat tidak diterjemahkan. Begitu pula istilah‑istilah teknis yang mungkin masih dinilai lebih baik ditulis dalam bahasa asing. Namun demikian, surat permintaan, deskripsi, klaim dan abstraksi mutlak perlu dibuat dalam bahasa Indonesia.

Alamat lengkap tersebut harus berisikan nama jalan, nomor bangunan, kode wilayah pos, kota, Negara. Dalam hal ada Negara Bagian, harus pula disebutkan dengan jelas.

Pemohon menyampaikan nama lengkap penemu dan kewarganegaraannya. Demikian pula jika penemuan dilakukan oleh lebih dari satu orang. Apabila penemu adalah badan hukum, harus disebutkan negara di mana badan hukum tersebut didirikan dan memperoleh status sebagai badan hukum.

Huruf d sampai dengan Huruf g

Klaim tersebut mengacu pada inti penemuan teknologi yang bersifat pokok atau strategis. Klaim seperti itu harus dengan tegas menggambarkan inti penemuan yang dimintakan perlindungan hukum, jelas dan tepat, serta didukung uraian teknis.

Abstraksi tersebut semata‑mata dibuat untuk tujuan kejelasan teknis.

Dokumen tersebut diperlukan untuk mempermudah dan mempercepat penilaian terhadap sifat kebaharuan (novelty) dan kadar penemuan (inventiveness) dari penemuan yang dimintakan paten.

Salinan yang sah adalah salinan dari surat atau dokumen yang asli. Mengenai keputusan penolakan permintaan paten yang dimaksud dalam huruf c, adalah keputusan penolakan atas surat permintaan paten, atau penolakan untuk memberikan paten.

Berbeda dengan syarat yang ditetapkan dalam ayat (1) yang apabila tidak dipenuhi dapat berakibat ditolaknya pengajuan surat permintaan paten, dokumen yang disebut dalam ayat ini bersifat sebagai kelengkapan informasi yang diperlukan dalam pemeriksaan.

Ketentuan ini perlu untuk memberikan kewenangan kepada Pemerintah untuk mengatur lebih lanjut hal‑hal yang bersifat teknis dalam pelaksanaan.

Selain itu, hal ini juga diperlukan untuk menyesuaikan tingkat kebutuhan dengan keadaan kemampuan yang dimiliki dalam pengelolaan sistem paten pada umumnya. Dengan begitu, dapat dijaga keluwesan dalam menghadapi perkembangan di kemudian hari.

Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan kepastian mengenai kapan sebenarnya permintaan paten diterima. Hal ini biasanya terjadi karena tanggal penerimaan surat permintaan oleh Kantor Paten berbeda dengan tanggal yang tercantum dalam surat itu. Dalam hal ini apabila terdapat permintaan paten untuk penemuan yang sama dan diterima pada tanggal yang sama pula, maka    permintaan paten yang diterima adalah permintaan yang diajukan lebih dahulu.

Sekalipun penerimaan surat permintaan paten tersebut hanya berselisih satu detik, tetapi prinsipnya permintaan yang diterima lebih dahulu itulah yang diakui.

Begitu pula bilamana terdapat kekurangan persyaratan, biasanya pemenuhannya baru berlangsung kemudian. Untuk itu, permintaan paten dianggap diajukan pada tanggal penerimaan pemenuhan kelengkapan oleh Kantor Paten.

Pemeriksaan awal dilakukan segera setelah diterimanya surat permintaan paten. Karena obyeknya bersifat administratif, maka pemeriksaan itupun pada dasarnya merupakan pemeriksaan formal.

Apabila dalam pemeriksaan awal tersebut surat permintaan paten ternyata sudah memenuhi ketentuan Pasal 29, Pasal 30 dan Pasal 31 (untuk permintaan dengan hak prioritas) maka tanggal sewaktu Kantor Paten menerimanya ditetapkan sebagai tanggal penerimaan (filing date). Tetapi apabila dari pemeriksaan kemudian ternyata masih terdapat kekurangan, maka tanggal pada saat Kantor Paten menerima pemenuhan yang terakhir kekurangan tersebut yang digunakan/ditetapkan sebagai tanggal penerimaan.

Oleh karena pentingnya arti tanggal penerimaan tersebut, pencatatan untuk itu diadakan dalam buku daftar tanggal penerimaan yang diadakan secara khusus dan dengan mencantumkan saat atau waktu penerimaan surat permintaan tersebut.

Alasan yang dapat dipertimbangkan tersebut hanya dibatasi untuk hal‑hal yang bersifat teknis saja, misalnya karena belum terselesaikannya pembuatan uraian atau deskripsi penemuan dan gambar‑gambar atau drawings yang mendukungnya.

Dalam hal pengajuan tersebut dilakukan oleh kuasa, maka surat pemberitahuan tersebut disampaikan kepada kuasa yang bersangkutan.

Ketentuan ini dimaksudkan untuk mempertegas prinsip bahwa satu permintaan paten hanya dapat diajukan untuk satu penemuan.

Tanggal yang digunakan sebagai patokan adalah tanggal penerimaan surat permintaan paten oleh Kantor Paten baik yang diajukan sendiri secara langsung maupun yang melalui jasa pos.

Dalam hal surat permintaan paten diterima pada tanggal yang sama, harus diperhatikan waktu atau saat penerimaannya. Bagaimanapun surat permintaan paten yang diterima lebih dahulu, sekalipun hanya berselisih satu detik lebih awal, permintaan paten yang terdahulu itulah yang diterima.

Lihat pula penjelasan Pasal 33.

Sebelum menolak permintaan paten tersebut, Kantor Paten tetap mengupayakan untuk sekali lagi mempertemukan orang‑orang yang mengajukan permintaan paten sehingga dapat diperoleh kesepakatan di antara mereka mengenai siapa yang berhak untuk mengajukan permintaan paten yang bersangkutan.

Apabila upaya tersebut di atas tetap tidak memberikan hasil, maka penentuan siapa yang berhak untuk mengajukan permintaan paten harus diminta kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Yang dimaksud dengan memperluas lingkup perlindungan adalah menambah jumlah klaim. Hal ini tidak diperbolehkan.

Kadangkala penemu atau orang yang berhak atas penemuan karena pertimbangan tertentu mengubah permintaan paten yang telah diajukannya dan memecahnya menjadi beberapa permintaan yang terpisah.

Permintaan serupa itu biasanya memecah pula klaim dalam penemuan yang dimintakan perlindungan.

Hal ini dimungkinkan, sejauh perlindungan yang diminta secara keseluruhan tidak melebihi lingkup perlindungan yang semula diminta. Selain itu, klaim dalam penemuan yang dimintakan perlindungan dengan permintaan yang terpisah tersebut, secara keseluruhan harus tetap merupakan satu kesatuan penemuan.

Dengan penarikan kembali surat permintaan paten, maka permintaan paten dianggap telah dibatalkan oleh orang yang meminta.

Mengenai kemungkinan perpanjangan jangka waktu paten hanya satu kali untuk selama 2 (dua) tahun, lihat pula Penjelasan Umum.

Jangka waktu pengajuan permintaan perpanjangan dimaksudkan untuk memberi waktu yang cukup bagi Kantor Paten guna meneliti dan menilai permintaan tersebut.

Pemegang Paten yang mengajukan permintaan perpanjangan jangka waktu bagi patennya juga diwajibkan untuk memenuhi secara lengkap persyaratan yang ditetapkan. Syarat mengenai bukti penghasilan yang diperoleh dari pelaksanaan paten termasuk pula penghasilan dari pelaksanaan paten di luar negeri. Kantor Paten tidak melayani permintaan yang diajukan lewat batas yang ditentukan.

Kewajiban ini bersifat mutlak dan dimaksudkan terutama untuk menjamin kepentingan penemu atau orang yang berhak atas penemuan terhadap segala bentuk pelanggaran haknya. Kewajiban ini berlangsung sejak tanggal penerimaan surat permintaan paten, selama penelitian awal dan terus berlangsung sampai dengan tanggal dimulainya pengumuman. Khusus mengenai tanggal penerimaan surat permintaan paten tersebut, hal itu mengacu pada tanggal diterimanya untuk pertama kali surat permintaan paten oleh Kantor Paten, sekalipun kemudian ternyata masih terdapat kekurangan syarat yang harus dipenuhi. Jadi tanggal tersebut bukan dalam arti "filing date".

Pengumuman suatu permintaan paten dimaksudkan agar masyarakat luas mengetahui adanya permintaan paten atas suatu penemuan. Ini berarti, masyarakat khususnya pihak yang berkepentingan dengan adanya permintaan paten tersebut dapat memperoleh kesempatan untuk memeriksa ada atau tidaknya pelanggaran terhadap hak yang mungkin dimilikinya atau dimiliki orang lain dalam penemuan mereka, terutama yang telah diumumkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 tetapi belum dimintakan paten.

Pengumuman dilakukan dengan cara menempatkannya dalam papan pengumuman yang khusus disediakan dan dapat dilihat dengan mudah oleh masyarakat luas atau dengan cara dan sarana lain dengan maksud yang sama. Selain       itu, pengumuman juga dilakukan dengan menempatkannya dalam Berita Resmi Paten atau Jurnal Paten, yang diterbitkan secara berkala oleh Kantor Paten.

Pelaksanaan pengumuman tersebut dilakukan setelah Kantor Paten berpendapat bahwa berdasar pemeriksaan, segala persyaratan yang ditetapkan dalam Pasal 29, Pasal 30 dan Pasal 31 terpenuhi dan permintaan tersebut tidak ditarik kembali.

Kecuali jika permintaan tersebut ditarik kembali, permintaan paten diumumkan selambat‑lambatnya 6 (enam) bulan sejak tanggal penerimaan permintaan paten (filing date). Sedangkan bagi permintaan paten yang diajukan dengan hak prioritas, diumumkan selambat‑lambatnya setelah lewat waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal penerimaan permintaan paten yang pertama kali.

Jangka waktu 6 (enam) bulan tersebut dinilai cukup wajar sebagai pemberitahuan kepada masyarakat mengenai adanya penemuan di sesuatu bidang teknologi yang dimintakan paten. Jangka waktu tersebut juga untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mengetahui, terutama bagi mereka yang mungkin berkepentingan dengan adanya permintaan tersebut. Selanjutnya lihat kembali penjelasan Pasal 47. Jangka waktu tersebut dihitung sejak tanggal mulai diumumkannya permintaan paten.

Pengumuman tersebut selain ditempatkan pada papan pengumuman, ditempatkan dalam Berita Resmi Paten, dapat pula disebarluaskan oleh instansi yang bertugas di bidang penerangan.

Mengenai penempatan dalam Berita Resmi Paten, lihat kembali penjelasan Pasal 9 ayat (2).

Apabila permintaan paten yang diajukan dengan hak prioritas tersebut berpangkal pada sistem paten internasional atau regional, maka dicantumkan pula Kantor Paten dan nama Negara atau Negara‑negara di mana permintaan pertama tersebut diajukan.

Pandangan atau keberatan tersebut harus diajukan dalam jangka waktu pengumuman, yaitu 6 (enam) bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48. Lewat dari jangka waktu tersebut, maka pandangan atau keberatan tidak dapat diterima. Dalam hal ini Kantor Paten memberitahukan secara tertulis kepada orang yang mengajukan pandangan atau keberatan bahwa hal tersebut telah melewati jangka waktu yang telah ditetapkan dan          karenanya tidak dapat diterima dengan mengembalikan berkas atau surat yang berisikan pandangan atau keberatan tersebut.

Pandangan atau keberatan tersebut harus secepatnya dikirimkan Kantor Paten kepada orang yang mengajukan permintaan paten. Pengiriman oleh Kantor Paten tersebut tidak boleh ditunda‑tunda karena pandangan dan keberatan tersebut sangat penting artinya bagi orang yang mengajukan permintaan paten, sehingga dapat menggunakan haknya untuk memberikan sanggahan dan penjelasan.

Berbeda dengan pengajuan pandangan atau keberatan yang terikat pada jangka waktu pengumuman, maka penyampaian sanggahan dan penjelasan pada dasarnya tidak terikat pada jangka waktu tersebut.

Segala pandangan, keberatan, sanggahan, ataupun penjelasan tersebut dijadikan tambahan pertimbangan para Pemeriksa Paten dalam pemeriksaan permintaan paten yang bersangkutan.

Lebih lanjut lihat penjelasan pasal‑pasal berikutnya mengenai pemeriksaan.

Dalam melaksanakan pemeriksaan terhadap kelengkapan dokumen permintaan paten, dapat saja Kantor Paten menemukan bahwa sesuatu penemuan diperkirakan sangat penting artinya bagi pertahanan keamanan Negara atau setidak‑tidaknya, kalau diketahui umum dan dilaksanakan, dapat mempunyai pengaruh yang besar terhadap stabilitas pertahanan keamanan Negara. Tersiarnya suatu penemuan serupa itu dikhawatirkan akan mengganggu ketenteraman, ketertiban dan ketenangan masyarakat. Apalagi bila penemuan tersebut kemudian dilaksanakan secara tidak bertanggung jawab. Untuk itu Kantor Paten diberi kewenangan untuk tidak mengumumkannya. Namun demikian sebelum mengambil keputusan untuk itu Kantor Paten wajib meminta persetujuan terlebih dahulu kepada Menteri.

Untuk mengetahui kebenaran perkiraan dan kekhawatiran tersebut, Kantor Paten mengadakan konsultasi dengan instansi yang berwenang. Dengan sendirinya, hal itu sulit dilakukan tanpa menyampaikan informasi mengenai penemuan tersebut. Pengungkapan informasi ini, tidak dianggap sebagai pembocoran rahasia yang wajib dipegangnya. Ketentuan ini, berlaku pula bagi instansi Pemerintah yang diminta pertimbangan berikut aparatnya. Namun begitu, hal tersebut tetap terbatas sejauh berlangsung di antara Kantor Paten dan instansi yang bersangkutan termasuk aparat mereka dan tidak untuk diungkap kepada pihak ketiga lainnya.

Kalau permintaan paten tersebut diajukan sendiri oleh penemu, maka pemberitahuan tersebut disampaikan kepada penemu. Tetapi dalam hal permintaan paten tersebut diajukan oleh kuasanya, maka pemberitahuan disampaikan kepada kuasa yang bersangkutan dengan tembusan kepada penemu. Apabila permintaan paten tersebut diajukan oleh kuasa untuk dan atas nama orang yang berhak atas penemuan, maka tembusan surat pemberitahuan disampaikan kepada orang yang berhak tersebut.

Ayat (3) sampai dengan Ayat (5)

Lihat penjelasan Ayat (1)

Dengan ketentuan ini, maka terhadap permintaan paten yang tidak diumumkanpun pada dasarnya diberikan hak dan perlakuan yang sama, yaitu untuk diperiksa. Pemeriksaan yang dimaksud adalah pemeriksaan yang bersifat substantif. Sekalipun begitu, untuk adanya pemeriksaan itu sendiri harus diajukan permintaan.

Dibanding dengan permintaan paten yang lain, maka bedanya hanya pada tidak diumumkannya dokumen permintaan paten tersebut. Selebihnya, diberlakukan ketentuan yang sama.

Karena sifat penemuan tersebut dinilai penting bagi pertahanan keamanan Negara, maka inisiatif pemeriksaan ini datang dari Pemerintah. Oleh sebab itu Pemerintah pula yang menanggung biaya pemeriksaan.

Untuk menentukan apakah permintaan paten untuk suatu penemuan dapat dikabulkan atau ditolak, diperlukan pemeriksaan yang bersifat substantif. Tetapi untuk diadakannya pemeriksaan tersebut, harus diajukan permintaan secara tertulis untuk itu kepada Kantor Paten. Oleh karenanya, bila orang yang mengajukan permintaan paten tidak meminta diadakannya pemeriksaan substantif, pada prinsipnya tidak akan dilakukan pemeriksaan tersebut. Dengan begitu, tidak akan ada pemberian paten. Permintaan pemeriksaan harus disertai pembayaran biaya yang ditentukan.

Berbeda dengan pemeriksaan yang bersifat formal, yaitu menyangkut kelengkapan syarat‑syarat berdasar Pasal 29, Pasal 30 dan Pasal 31, pemeriksaan substantif ini menentukan dapat diberikan atau ditolaknya permintaan paten.

Pemeriksaan ini lebih tertuju pada hal‑hal yang bersifat substantif, yaitu apakah penemuan benar‑benar baru, mengandung langkah‑langkah inventif dan mungkin atau tidaknya diterapkan dalam proses industri.

Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan keseragaman tentang bentuk permintaan. Dengan demikian, selain memudahkan pihak yang meminta, juga mempercepat proses yang harus dilakukan oleh Kantor Paten.

Karena sifatnya teknis, maka pengaturan masalah ini diserahkan kepada Menteri.

Permintaan untuk dilakukannya pemeriksaan substantif baru dapat diajukan setelah selesainya masa pengumuman yang berlangsung selama 6 (enam) bulan. Sebaliknya, permintaan pemeriksaan itupun pengajuannya memiliki batas waktu.

Permintaan tersebut terakhir hanya dapat diajukan sebelum lewat waktu 36 (tiga puluh enam) bulan sejak tanggal penerimaan permintaan paten oleh Kantor Paten.

Ketentuan ini berlaku pula bagi permintaan paten yang diajukan dengan hak prioritas.

Adalah mungkin bahwa bidang keahlian yang diperlukan bagi pelaksanaan pemeriksaan substantif sesuatu penemuan yang dimintakan paten, tidak atau kurang dikuasai oleh Pemeriksa Paten. Begitu pula, fasilitas yang diperlukan untuk mengadakan pemeriksaan secara baik, dimiliki oleh instansi atau lembaga lain. Dalam hal demikian, Kantor Paten dapat minta bantuan ahli dan atau menggunakan fasilitas dari instansi atau lembaga lain tersebut. Tidak menjadi masalah, apakah bantuan ahli dan atau fasilitas seperti itu dimiliki oleh unit‑unit penelitian dan pengembangan di lingkungan Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Universitas atau Institut atau lain‑lainnya.

Hal ini tidak berarti bahwa pemeriksaan lantas dilaksanakan oleh pihak‑pinak lain dan bukan oleh Kantor Paten. Pemeriksaan tetap dilakukan oleh Kantor Paten. Badan atau instansi yang memiliki tenaga ahli atau fasilitas yang diperlukan, hanyalah sekedar membantu.

Tanggung jawab dan kewenangan, masih tetap ada pada Kantor Paten. Bantuan tersebut diperlukan untuk memperlancar dan mempercepat jalannya pemeriksaan. Keputusan akhir tentang dapat diberi atau ditolaknya permintaan paten, dengan begitu tetap ada pada Kantor Paten.

Dalam hal Kantor Paten menggunakan bantuan ahli dan atau fasilitas yang ada pada instansi lainnya, maka                mereka yang terlibat secara keseluruhan terikat dengan kewajiban untuk menjaga kerahasiaan penemuan dan segala dokumen permintaan paten, termasuk penjelasan atau informasi yang telah diberikan untuk melengkapinya.

Pemeriksaan substantif atas permintaan paten hanya dilakukan oleh Pemeriksa Paten. Mereka adalah tenaga ahli yang secara khusus dididik untuk itu, dan khusus diangkat untuk tugas itu pula.

Pada umumnya, mereka adalah pejabat di lingkungan Kantor Paten. Tetapi mungkin saja, tenaga ahli seperti itu berasal dari instansi Pemerintah lainnya, sejauh mereka juga pernah dididik secara khusus dan karenanya memiliki kualifikasi sebagai Pemeriksa Paten, serta diangkat sebagai Pemeriksa Paten.

Lihat penjelasan ayat (1)

Karena sifat keahlian dan lingkup pekerjaan yang bersifat khusus, sudah sepantasnya bila jabatan Pemeriksa Paten diberi status sebagai jabatan fungsional. Lebih dari itu, pada dasarnya mereka memang semata‑mata bekerja karena keahlian.

Status ini perlu diberikan dalam rangka pembinaan karier mereka, sehingga tidak tertinggal oleh rekan mereka yang bekerja dalam satuan organisasi yang memiliki jenjang jabatan yang bersifat struktural.

Dalam rangka pembinaan itu pula, kepada para Pemeriksa Paten tersebut diberikan penjenjangan jabatan fungsional dan tunjangan yang bersifat khusus, di samping hak‑hak lainnya yang lazim diterima oleh pegawai negeri berdasarkan peraturan perundang‑ undangan yang berlaku.

Yang dimaksud dengan ketidak‑jelasan atau kekurangan yang dinilai penting misalnya klaim yang tidak jelas, deskripsi yang dirasakan tidak mendukung, termasuk gambar dan cara pelaksanaan penemuan. Bilamana hal‑hal di atas kemudian dipandang perlu untuk diketahui lebih lanjut dalam rangka penyempurnaan, maka masalahnya diberitahukan secara tertulis oleh Kantor Paten kepada orang yang mengajukan permintaan paten.

Dalam hal diperlukan perbaikan atau perubahan, yang dimaksud antara lain penyempurnaan atau perubahan klaim, deskripsi, termasuk gambar‑gambar yang diperlukan dan uraian tentang cara pelaksanaan penemuan.

Ketentuan yang dimaksud adalah mengenai syarat‑syarat bahwa penemuan harus merupakan hal yang benar‑benar baru, mengandung langkah inventif dan dapat diterapkan dalam proses industri.

Paten lazimnya diberikan berupa surat yang bentuk dan isinya tertentu. Karenanya, paten seringkali disebut pula Surat Paten.

Langkah ini dimaksudkan sebagai perwujudan salah satu fungsi paten sebagai sumber informasi mengenai teknologi. Yang dimaksud dengan dokumen paten adalah surat paten beserta lampirannya yang antara lain meliputi deskripsi, gambar dan abstraksi.

Bagi anggota masyarakat yang menginginkannya, dapat meminta salinan dokumen paten tersebut kepada Kantor Paten dengan membayar biaya yang besarnya akan ditetapkan oleh Menteri.

Berbeda dengan Buku Resmi Paten dimana setiap permintaan paten dicatat, maka Daftar Umum Paten khusus diadakan bagi pencatatan setiap paten yang diberikan oleh Kantor Paten.

Lihat penjelasan ayat (1)

Pengumuman dilakukan dengan cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 yaitu menempatkannya pada papan pengumuman dan pada Berita Resmi Paten.

Tanggal pemberian paten dinyatakan dengan jelas dan tegas dalam Surat Paten. Dengan berlaku surutnya paten yang diberikan sejak tanggal penerimaan permintaan paten berarti perlindungan terhadap penemuan berlaku surut pula sejak tanggal tersebut.

Dengan penegasan ini maka Pemegang Paten mempunyai hak untuk menuntut dihentikannya kegiatan pemakaian penemuan, penjualan dan lain‑lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22. Tuntutan serupa itu diajukan kepada Pengadilan Negeri setempat. Apabila setelah diajukannya tuntutan tersebut kegiatan pemakaian, penjualan dan lain‑lain tersebut di atas masih tetap berlangsung, Pemegang Paten dapat mengajukan tuntutan atas dasar pelanggaran hak Pemegang Paten.

Dalam Surat Paten antara lain dimuat hal‑hal pokok mengenai penemuan, klaim, nama Pemegang Paten lengkap dengan alamat yang jelas dan tetap, penemu, tanggal pemberian paten dan nomor paten yang bersangkutan.

Mengenai masalah nomor paten ini, penggunaan dalam arti pencantumannya pada produk yang dihasilkan atau kemasannya pada dasarnya diserahkan kepada Pemegang Paten yang bersangkutan atau yang menerima lebih lanjut hak tersebut.

Permintaan banding dengan demikian hanya dapat diajukan dalam hal penolakan terhadap permintaan paten karena alasan atau pertimbangan yang bersifat substantif dan menjadi dasar penolakan tersebut. Jadi bukan dalam hal penolakan karena alasan lain seperti misalnya diatur dalam Pasal 37 dan Pasal 38. Alasan atau pertimbangan yang bersifat substantif tersebut adalah alasan atau pertimbangan yang digunakan Pemeriksa Paten dan kemudian menghasilkan penilaian bahwa penemuan yang bersangkutan bukanlah merupakan hal yang baru, tidak mengandung langkah inventif dan tidak pula dapat diterapkan dalam proses industri.

Dengan demikian banding tidak dapat diminta dalam hal penolakan yang disebabkan karena tidak dilakukannya perbaikan atau penyempurnaan klaim yang disarankan selama pemeriksaan substantif. Banding juga tidak dapat dimintakan karena dianggap ditariknya kembali permintaan paten sebagai hasil pemeriksaan awal sebelum permintaan paten diumumkan. Begitu pula, banding tidak dapat dimintakan karena ditolaknya permintaan paten oleh sebab tidak dimintakan pemeriksaan substantif sampai dengan batas waktu yang ditetapkan untuk itu.

Komisi Banding Paten adalah badan yang secara khusus dibentuk untuk memeriksa permintaan banding atas penolakan terhadap permintaan paten dan memberikan hasil pemeriksaan kepada Kantor Paten. Dalam melaksanakan tugasnya, Komisi Banding Paten bekerja berdasarkan keahlian dan tidak tunduk kepada perintah atau kemauan siapapun yang memimpin Departemen ataupun Kantor Paten.

Komisi Banding Paten beranggotakan beberapa orang ahli di bidang yang diperlukan dan pemeriksa paten senior. Kecuali Ketua yang juga merangkap anggota, para anggota Komisi Banding Paten diangkat setiap kali ada permintaan banding hanya untuk memeriksa permintaan banding yang bersangkutan.

Alasan, penjelasan atau bukti yang disertakan dalam permintaan banding harus bersifat pendalaman atas alasan penjelasan atau bukti yang telah atau seharusnya telah disampaikannya. Sebab, kesempatan untuk memberikan kelengkapan alasan atau penjelasan atau bukti, sebenarnya telah diberikan sewaktu pemeriksaan substantif berlangsung.

Larangan ini untuk mencegah timbulnya kemungkinan bahwa banding sekedar digunakan sebagai alat untuk melengkapi kekurangan dalam permintaan paten, sementara hal itu sebenarnya telah diberikan dalam tahap sebelumnya.

Keputusan Komisi Banding Paten diberikan selambat‑lambatnya 12 (dua belas) bulan, artinya dapat pula kurang dari waktu tersebut.

Sifat keputusan Komisi Banding Paten ini final, artinya tidak dapat dimintakan peninjauan lebih lanjut kepada lembaga atau pejabat lainnya. Hal ini dilandaskan pada pertimbangan bahwa penilaian atas penemuan di bidang teknologi seperti ini, menyangkut pertimbangan yang sangat bersifat teknis. Hal ini pula yang menyebabkan mengapa keputusan mengenai diberi atau tidak diberinya paten atas sesuatu penemuan, tidak dikaitkan dengan kewenangan tata usaha Negara pada umumnya yang kemudian dapat dijadikan obyek atau lingkup perkara Tata Usaha Negara.

Yang dimaksud dengan menerima permintaan banding adalah mengabulkan permintaan banding tersebut, dengan demikian Kantor Paten memberikan Surat Paten.

Pemberitahuan penolakan tersebut disampaikan kepada orang yang mengajukan permintaan banding. Dalam hal            permintaan banding diajukan oleh kuasanya, maka pemberitahuan tersebut disampaikan kepada kuasa yang bersangkutan dan salinan diberikan kepada orang yang memberi kuasa.

Seperti halnya Hak Cipta dan Merek Dagang, paten pada dasarnya adalah hak milik perorangan yang tidak berwujud dan timbul karena kemampuan intelektual manusia. Sebagai hak milik, paten dapat pula dialihkan oleh penemunya atau yang berhak atas penemuan itu. Paten dapat dialihkan kepada perorangan atau kepada badan hukum. Paten beralih atau dialihkan baik dengan cara pewarisan, hibah, wasiat, maupun dengan cara perjanjian.

Khusus mengenai pengalihan dengan perjanjian ini ditentukan, bahwa hal itu harus dituangkan dalam bentuk Akta Notaris. Hal ini mengingat begitu luasnya aspek yang terjangkau oleh paten sebagai hak. Adapun sebab lain yang dibenarkan oleh Undang‑undang misalnya pemilikan paten karena pembubaran badan hukum yang semula merupakan Pemegang Paten.

Sifat pendaftaran pada Kantor Paten tersebut adalah wajib, sebab paten merupakan hak milik yang diberikan oleh Negara dan pemakaian atau pemanfaatannya dibatasi dengan kurun waktu tertentu. Begitu pula pelaksanaannya, karenanya setiap peralihannya perlu dicatat dalam Daftar Umum Paten. Biaya pendaftaran dan pencatatan dibebankan kepada pihak yang menerima pengalihan.

Hak sebagai penemu terdahulu tidak dapat dialihkan karena memang bukan merupakan hak khusus seperti halnya paten.

Berbeda dengan pengalihan paten di mana pemilikan hak juga beralih, maka perlisensian melalui suatu perjanjian pada dasarnya hanya bersifat pemberian hak untuk menikmati manfaat ekonomi daripada paten, dalam jangka waktu tertentu dan syarat tertentu pula.

Kadang‑kadang perjanjian lisensi dibuat khusus, artinya lisensi hanya diberikan kepada pemegangnya. Bilamana dimaksudkan demikian maka hal itu harus secara tegas dinyatakan dalam perjanjian lisensi. Apabila tidak, maka perjanjian lisensi paten dianggap tidak memakai syarat seperti itu.Undang‑undang ini menganut faham yang demikian itu. Oleh karenanya Pemegang Paten pada dasarnya masih boleh melaksanakan sendiri paten yang dilisensikannya, atau memberi lisensi yang sama kepada pihak ketiga lainnya.

Ketentuan ini dengan demikian dimaksudkan. untuk mencegah berlangsungnya keadaan dimana perjanjian lisensi kemudian selalu dianggap bersifat eksklusif.

Paten merupakan salah satu sumber informasi teknologi yang sangat penting.

Perlisensian yang berlangsung dengan syarat yang kurang atau sama sekali menutup jalan kearah penguasaan teknologi dalam paten, hanya akan menghambat pengembangan kemampuan bangsa Indonesia dalam mengetahui dan menguasai teknologi yang bersangkutan.

Dalam kerangka fikir bahwa teknologi sangat penting dan besar artinya terhadap kehidupan dan kemajuan industri, maka adanya ketentuan serupa itu praktis tidak bermanfaat bagi perekonomian nasional.

Penolakan permintaan pendaftaran dan pencatatan tersebut, dengan memperhatikan penjelasan ayat (1), memang sudah seharusnya ditolak oleh Kantor Paten.

Seperti halnya pengalihan pemilikan, perjanjian lisensi juga wajib didaftarkan dan dicatat.

Istilah Lisensi Wajib (non voluntary license/compulsory license) lebih mengacu pada mekanisme, di mana dalam kondisi tertentu dan atas dasar syarat serta cara yang tertentu pula, suatu paten berdasarkan putusan Pengadilan Negeri setelah mendengar Pemegang Paten dapat dilaksanakan oleh pihak lain yang meminta.

Yang dimaksud dengan mendengar Pemegang Paten adalah mendengar penjelasan Pemegang Paten di depan sidang Pengadilan Negeri mengenai hal‑hal yang berkaitan dengan alasan diajukannya permintaan Lisensi Wajib sebagaimana      dimaksud dalam Pasal 82 ayat (2). Dengan demikian permintaan dan pemberian Lisensi Wajib pada dasarnya berlangsung dengan sepengetahuan Pemegang Paten.

Yang dimaksud dengan orang adalah perorangan atau badan hukum. Dengan ketentuan ini, maka penilaian apakah suatu paten tidak dilaksanakan di Indonesia oleh Pemegang Paten dan inisiatif untuk melaksanakannya, diserahkan kepada masyarakat khususnya masyarakat industri dan bukan kepada Negara.

Ketentuan ini dimaksudkan untuk mendorong kemungkinan pemakaian paten secara luas dan bermanfaat bagi masyarakat dan sekaligus menutup kemungkinan dimanfaatkannya sistem paten untuk tujuan yang sempit dan bertentangan dengan maksud Undang‑undang ini.

Permintaan lisensi dalam rangka Lisensi Wajib ini hanya diajukan kepada Pengadilan Negeri dan bukan kepala Kantor Paten.

Yang dimaksud dengan tidak dilaksanakan adalah, bahwa dalam waktu 36 (tiga puluh enam) bulan sejak tanggal paten diberikan Kantor Paten, paten yang bersangkutan tidak juga digunakan untuk membuat produk, padahal kebutuhan masyarakat akan produk yang bersangkutan sangat besar.

Ketentuan ini bersangkutan dengan kondisi yang harus dipersiapkan, yaitu tersedianya hakim yang memiliki pengetahuan dan penguasaan masalah paten dengan segala aspek hukum, sosial, ekonomi dan teknisnya. Untuk itu, pada tahap pertama kepada Pemerintah diberi kewenangan untuk menetapkan Pengadilan Negeri tertentu yang dapat menerima permintaan lisensi seperti itu.

Selain pembuktian mengenai kebenaran alasan tentang tidak dilaksanakannya paten dalam jangka waktu 36 (tiga puluh enam) bulan sejak tanggal diberikannya paten, permintaan Lisensi Wajib harus dilengkapi dengan bukti mengenai hal‑hal yang diatur dalam ayat ini. Perlunya bukti yang meyakinkan bahwa orang yang meminta harus mempunyai kemampuan finansiil dan teknis untuk melaksanakan sendiri paten tersebut, dimaksudkan untuk mencegah penyalahgunaan yang dapat pula merusak sistem paten dan menggunakannya untuk tujuan antara, lain persaingan yang tidak sehat atau sekedar menjadi perantara saja.

Pengadilan Negeri juga harus meneliti dengan benar apakah permintaan lisensi Wajib tersebut dapat dilaksanakan orang yang meminta dalam skala ekonomi yang layak dan dapat memberikan kemanfaatan kepada sebagian besar masyarakat.

Dapat dilaksanakan dalam skala ekonomi yang layak, artinya paten tersebut dapat digunakan untuk menghasilkan barang dalam jumlah dan tingkat harga yang sebanding dengan kebutuhan dan kondisi pasar.

Pendapat ahli dari Kantor Paten dan pendapat Pemegang Paten tersebut diperlukan agar Pengadilan Negeri dapat mempertimbangkan dan memutuskan secara obyektif dan benar. Ahli tersebut dapat berasal dari Kantor Paten atau dari instansi Pemerintah yang terkait atas permintaan Kantor Paten.

Keputusan Pengadilan Negeri dapat saja lebih pendek dari jangka waktu yang diatur dalam Peraturan Pemerintah dan hal itu tergantung dari hasil pemeriksaan selama persidangan.

Pada dasarnya, jangka waktu untuk pelaksanaan paten berdasar Lisensi Wajib ini diatur dalam Peraturan Pemerintah. Selain masalah jangka waktu, dalam Peraturan Pemerintah tersebut diatur pula ketentuan antara lain mengenai tata cara dengar pendapat, dasar dan cara penetapan besarnya royalti, pendaftaran Lisensi Wajib dan pembatalan Lisensi Wajib.

Penundaan tersebut dapat berlangsung selama waktu yang dinilai wajar untuk melihat dan memberi kesempatan kepada Pemegang Paten bahwa ia benar‑benar berusaha dan dapat menunjukkan bukti nyata mengenai kegiatan dan hasil pelaksanaan patennya.

Bilamana demikian halnya, Pengadilan Negeri selanjutnya dapat menolak permintaan lisensi.

Tetapi kalau sampai akhir penundaan tersebut memang terbukti lain, atau selama waktu penundaan tidak ada tanda‑tanda atau bukti akan mampu dilaksanakannya paten tersebut secara komersial, Pengadilan membuka kembali persidangan dan melanjutkan pemeriksaan terhadap permintaan lisensi.

Royalti adalah sejumlah uang yang dibayarkan oleh Pemegang Lisensi Wajib kepada Pemegang Paten.

Perjanjian lain yang sejenis, maksudnya adalah perjanjian yang lazim dibuat dalam pengalihan kemampuan atau pengetahuan tentang teknologi yang tidak dipatenkan.

Mengenai bentuk imbalan dan cara pembayarannya lihat pula ketentuan Pasal 13.

Biaya tersebut adalah untuk pendaftaran dan untuk pemeliharaan catatan untuk setiap tahun selama jangka waktu berlakunya lisensi tersebut.

Keadaan ini biasanya terjadi dalam pelaksanaan paten yang merupakan hasil penyempurnaan atau pengembangan penemuan yang lebih dahulu telah dilindungi paten. Oleh karenanya, pelaksanaan paten yang baru tersebut berarti melaksanakan sebagian atau seluruh penemuan yang telah dilindungi paten yang dipegang oleh orang lain.

Apabila Pemegang Paten terdahulu memberi lisensi bagi pelaksanaan paten yang merupakan hasil penyempurnaan atau pengembangan berikutnya, jelas tidak menjadi masalah.

Tetapi kalau lisensi untuk itu tidak diberikan, semestinya Undang‑ undang ini menyediakan jalan keluarnya.

Oleh karenanya, agar paten yang diberikan belakangan dapat dilaksanakan, sudah sewajarnya bila yang terakhir ini juga dimungkinkan untuk melaksanakannya tanpa melanggar paten yang terdahulu. Hal itu hanya dapat terlaksana apabila Lisensi Wajib diberikan oleh Pengadilan. Contoh mengenai hal ini adalah sebagai berikut :

Paten A terdiri atas 4 klaim, yang seluruhnya merupakan satu kesatuan.

Paten B, yang diperoleh sesudah paten A, pada dasarnya berisikan 3 klaim yang pada hakekatnya merupakan penyempurnaan dan pengembangan 3 klaim diantara 4 klaim dalam paten A. Sebagai hasil penyempurnaan dan pengembangan, sudah barang tentu paten B memiliki basis teknologi yang ada pada paten A. Seandainya Pemegang Paten B bermaksud akan melaksanakan patennya, hal tersebut akan sulit tanpa melanggar salah satu klaim dalam paten A.

Bila Pemegang Paten A memberikan lisensi kepada Pemegang Paten B untuk melaksanakan satu klaim miliknya, jelas tidak akan timbul masalah. Tetapi kalau Pemegang Paten A tidak bersedia memberikan lisensi maka satu‑satunya jalan bagi Pemegang Paten B adalah meminta Lisensi Wajib kepada Pengadilan Negeri.

Alasan yang dijadikan dasar bagi pemberian Lisensi Wajib adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 82 ayat (2).

Syarat dan ketentuan yang dimaksud adalah sebagaimana antara lain diatur dalam Pasal 83           ayat (1) dan Pasal 85.

Ayat (2) dan ayat (3)

Pemberitahuan putusan pembatalan Lisensi Wajib oleh Pengadilan Negeri dan pemberitahuan pencatatan serta pengumuman oleh Kantor Paten harus dilakukan dalam waktu sesingkat mungkin. Oleh karena putusan pembatalan tersebut hanya menyangkut lisensi Wajib yang pernah diberikan putusan oleh Pengadilan Negeri atas permintaan bekas Pemegang Lisensi Wajib yang bersangkutan dan pemberian atau pembatalannya juga terikat pada syarat tertentu, maka pembatalan tersebut tidak dimintakan banding dan kasasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 125.

Pada prinsipnya Lisensi Wajib tidak dapat dialihkan. Sebab, lisensi seperti ini hanya diberikan dalam keadaan khusus, dan terikat pada syarat‑syarat yang khusus pula dalam pelaksanaannya.

Dikecualikan dari ketentuan tersebut adalah dalam hal pewarisan, yaitu orang perorangan yang memperoleh lisensi tersebut meninggal dunia.

Bagi badan hukum, tidak berlaku ketentuan tentang pewarisan.

Agak berlainan halnya dengan Lisensi Wajib yang dimintakan dalam kaitannya dengan pelaksanaan suatu paten, seperti yang diatur dalam Pasal 88. Dalam hal ini, pengalihan tetap dapat berlangsung. Sebab, yang dialihkan adalah paten yang baru, yang pelaksanaannya tidak mungkin dapat berlangsung tanpa melanggar paten yang lama dan untuk itu dimintakan Lisensi Wajib.

Bagi badan yang baru tadi, ketentuan tentang dapat berlakunya paten sebagaimana diatur dalam Pasal 73 berlaku sepenuhnya.

Dalam hal beralihnya Lisensi Wajib berlangsung karena pewarisan, maka pelaksanaannya oleh ahli waris tetap              terikat pada syarat‑syarat pemberiannya dan ketentuan lainnya, serta berlangsung untuk sisa jangka waktu yang masih ada.

Selain itu, beralihnya Lisensi Wajib karena pewarisan tersebut harus dilaporkan kepada Kantor Paten untuk selanjutnya dicatat.

Karena pelaksanaan paten serupa ini sangat tergantung pada persetujuan Pemerintah, maka tidak dilaksanakannya paten tersebut selama jangka waktu 48 (empat puluh delapan) bulan sejak pemberian paten tidak dianggap sebagai tidak dilaksanakannya paten yang bersangkutan.

Karena paten pada dasarnya hak yang diterima dari Negara untuk selama jangka waktu tertentu, maka kalau yang bersangkutan tidak menghendaki hak tersebut lebih lanjut, dapat saja Negara membatalkan hak yang telah diberikannya.

Permintaan untuk itu diajukan oleh Pemegang Paten secara tertulis kepada Kantor Paten.

Persetujuan Pemegang Lisensi dalam pembatalan paten dimaksudkan untuk melindungi kepentingan Pemegang Lisensi.

Lihat penjelasan ayat (2)

Termasuk pula dalam pengertian ini adalah paten yang sudah ada tetapi kemudian penggunaan, pengumuman atau pelaksanaannya bertentangan dengan peraturan perundang‑undangan, ketertiban umum atau kesusilaan. Paten serupa ini dapat pula digugat pembatalannya.

Gugatan pembatalan ini biasanya ditujukan terhadap paten yang diberikan belakangan kepada orang lain, tetapi untuk penemuan yang sebenarnya sama.

Penentuan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk melayani gugatan serupa ini, dimaksudkan untuk memusatkan pemeriksaan mengingat penyelesaiannya sangat memerlukan data dan penjelasan dari Kantor Paten.

Lihat pula penjelasan Ayat (2)

Apabila ada klaim yang dimintakan pembatalan karena alasan seperti yang diatur dalam Pasal 95, dan kemudian dinyatakan benar, maka pembatalan hanya ditujukan terhadap klaim yang dimintakan pembatalan.

Dalam hal ini, berarti sebagian paten dibatalkan.

Sekalipun gugatan tersebut oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat disampaikan kepada Kantor Paten, tetapi penyampaian tersebut lebih bersifat pemberitahuan. Pemanggilan untuk pemeriksaan sehubungan dengan adanya gugatan tersebut, tetap dilakukan sendiri oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Begitu pula halnya dengan penyampaian putusan.

Sejauh mengenai hak Pemegang Lisensi berkenaan dengan pembatalan paten, periksa penjelasan Pasal berikut.

Keputusan mengenai batalnya paten, baik untuk seluruhnya maupun untuk sebagian, tidak mulai berlaku sejak adanya pemberitahuan Kantor Paten atau tanggal pencatatannya dalam Daftar Umum Paten ataupun tanggal pengumumannya.

Yang digunakan untuk titik tolak pada dasarnya adalah tanggal putusan pengadilan, kecuali bilamana dalam putusan itu ditetapkan tanggal yang lain. Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa pencatatan dan lain‑lain oleh Kantor Paten, biasanya baru berlangsung beberapa waktu setelah putusan Pengadilan. Dengan begitu, perlindungan terhadap pihak lain dapat diberikan sedini mungkin.

Ketentuan ini merupakan perlindungan terhadap Pemegang Lisensi.

Bagi Pemegang Lisensi Paten yang dibatalkan, pada dasarnya terus dapat melaksanakan hak yang diperolehnya. Bedanya, lisensi tersebut menjadi lisensi atas paten lainnya yang tidak dibatalkan.

Kewajiban pembayaran royalti berikutnya berpindah kepada Pemegang Paten yang tidak dibatalkan.

Kewenangan ini terbatas hanya apabila paten mempunyai arti yang penting bagi penyelenggaraan pertahanan keamanan Negara. Dengan sendirinya, paten yang dimaksud adalah paten yang diberikan di Indonesia saja.

Karena pertahanan keamanan Negara menyangkut kepentingan Nasional, maka adalah wajar bila Pemerintah diberi kewenangan untuk melaksanakannya. Masalahnya bukan sekedar kelangsungan hidup Negara, atau semakin kuatnya Negara di mana paten yang bersangkutan diberikan dan dilindungi, tetapi hal ini juga merupakan salah satu sisi daripada fungsi sosial suatu paten di Indonesia.

Namun begitu, bilamana suatu paten atau pelaksanaannya sekedar memiliki kaitan dengan kebutuhan penyelenggaraan pertahanan keamanan Negara, tetapi tidak mempunyai arti/pengaruh yang penting dan karenanya tidak diperlukan sekali, Pemerintah tidak perlu menggunakan kewenangan ini.

Sekalipun kewenangan untuk melaksanakan sendiri paten tersebut diberikan, tetapi hal itu tidak berarti bahwa keputusan untuk itu dapat dilakukan setiap orang dalam pemerintahan. Keputusan untuk itu hanya dapat diberikan oleh Presiden, setelah mendengar pertimbangan Menteri dan Menteri yang bertanggung‑ jawab di bidang pertahanan keamanan Negara. Dengan begitu ketentuan ini merupakan pembatasan pertama terhadap kewenangan tersebut, sehingga tidak digunakan secara merugikan penemu atau yang berhak atas penemuan.

Ketentuan ini khusus untuk penemuan yang belum diberi paten, tetapi proses permintaannya sedang berlangsung. Penemuan yang dalam pemeriksaan awal sudah dapat diketahui memiliki arti penting bagi penyelenggaraan pertahanan keamanan Negara, atau pelaksanaannya akan sangat penting arti dan pengaruhnya terhadap pertahanan keamanan Negara, menurut Pasal 52 tidak boleh diumumkan.

Sekalipun menurut ketentuan Pasal 53 terhadap penemuan serupa itu pada saatnya dan apabila diminta juga akan dilakukan pemeriksaan substantif, tetapi bila kepentingan seperti itu timbul, Negara tetap dapat melaksanakan penemuan tersebut.

Pembebasan kewajiban pembayaran biaya pemeliharaan ini didasarkan atas pertimbangan bahwa pelaksanaan paten tersebut sangat tergantung kepada persetujuan Pemerintah.

Pemberitahuan dilakukan secara tertulis dan disampaikan kepada Pemegang Paten yang bersangkutan dalam waktu yang secukupnya, setelah mendengar pendapat dan saran Pemegang Paten yang bersangkutan.

Apabila suatu paten di Indonesia dianggap penting artinya oleh Pemerintah bagi penyelenggaraan pertahanan keamanan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104, paten tersebut dilaksanakan sendiri oleh Pemerintah dalam jangka waktu tertentu dengan mempertimbangkan aspek keamanan.

Apabila Pemerintah tidak lagi bermaksud melaksanakan sendiri paten tersebut sedangkan jangka waktu paten belum berakhir maka hak Pemegang Paten atas patennya menjadi pulih. Dalam hal demikian Pemegang Paten yang bersangkutan dapat melaksanakan sendiri atau memberi lisensi kepada pihak lain dan untuk itu harus mendapat persetujuan Pemerintah.

Imbalan yang diberikan Pemerintah kepada Pemegang Paten lebih berarti sebagai kompensasi yang besarnya disamakan dengan pemakaian atas dasar lisensi dalam suatu kegiatan ekonomi pada umumnya.

Imbalan dalam hal ini lebih berarti sebagai kompensasi daripada sebagai royalti, oleh karena itu imbalan yang wajar harus diberikan.

Penghitungannya, dilakukan dengan memperhatikan cara yang lazim digunakan dalam praktek pemberian lisensi, termasuk komponen harga yang biasa digunakan dalam cara perhitungan tersebut yang akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.

Termasuk dalam pengaturan ini adalah kemungkinan pemberian semacam imbalan tambahan dalam bentuk hadiah atau bonus atau apapun yang sejenis bilamana keadaan tertentu dari pelaksanaan paten tersebut ternyata diperoleh manfaat ekonomi yang besarnya melebihi perkiraan awal.

Hal ini penting, karena pemikiran yang mendasari pemberian kewenangan seperti ini sama sekali jauh dari perampasan hak atau penyitaan kekayaan seseorang. Oleh sebab itu, cara penyampaiannya perlu pula dilakukan secara sederhana, cepat dan langsung.

Keputusan Pemerintah dalam bidang ini adalah benar‑benar untuk kepentingan pertahanan keamanan Negara.

Proses penilaian dan pertimbangan berlangsung secara cermat, berjenjang dan berakhir hingga keluarnya Keputusan Presiden. Mengingat kepentingan yang diwakili Pemerintah lebih menguatkan keselamatan, kebutuhan, ketentraman dan ketertiban kehidupan seluruh penduduk Negara, maka keputusan Pemerintah bersifat final.

Ketentuan dalam Bab ini barulah bersifat pokok. Karena menyangkut hak seseorang, sudah sepantasnya bilamana ketentuan ini segera diikuti ketentuan yang lebih bersifat rinci dan mampu memberikan kejelasan operasionalisasinya.

Karena proses penemuannya berlangsung sederhana dan hasil yang diperoleh juga bersifat sederhana, maka penemuan yang dihasilkan biasanya hanya berisikan 1 (satu) klaim.

Dengan ketentuan ini maka terhadap setiap permintaan Paten Sederhana secara langsung dilakukan pemeriksaan substantif tanpa perlu adanya pengumuman.

Sekalipun demikian syarat  kelengkapan sebagaimana lazimnya permintaan paten pada dasarnya tetap harus dipenuhi.

Karena Paten sederhana ini menyangkut teknologi yang proses penemuannya berlangsung sederhana, maka tidak diperlukan adanya mekanisme banding seperti halnya paten pada umumnya.

Dari segi ekonomi dan jangka waktu perlindungan yang relatif pendek, proses yang semakin panjang tidak pula menguntungkan bagi penemu itu sendiri.

Lihat penjelasan Pasal 10.

Karena hasil penemuan tersebut bersifat sederhana, sudah sepantasnya pula bila prosedur perolehan Paten Sederhana juga dibuat sederhana.

Artinya, lebih sederhana kalau dibanding dengan prosedur perolehan paten.

Begitupula untuk hal‑hal lainnya, yang pada dasarnya perlu dibedakan misalnya pengenaan biaya pemeriksaan dan lain‑lain yang dipandang perlu.

Biaya yang dibayarkan tersebut dan biaya lainnya yang ditentukan dalam Undang‑undang ini merupakan penerimaan Negara.

Contoh pembayaran biaya tahunan tersebut adalah :

A memperoleh Paten pada tanggal 1 Januari 1980 maka kewajiban pembayaran biaya tahunan yang pertama harus dipenuhi selambat‑lambatnya tanggal 31 Desember 1980 tersebut. Untuk biaya tahunan tiap‑tiap tahun berikutnya harus dibayar selambat‑lambatnya tanggal 1 Januari setiap tahun.

Ayat (1) dan Ayat (2)

Jangka waktu 3 (tiga) tahun tersebut didasarkan atas pertimbangan untuk memberikan kesempatan yang cukup kepada Pemegang Paten untuk mempertimbangkan sendiri kelangsungan patennya. Pembatalan paten karena tidak membayar biaya tahunan diberitahukan oleh Kantor Paten kepada Pemegang Paten secara tertulis. Dalam pemberitahuan tersebut dimuat tanggal berakhirnya paten yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan Pasal ini.

Pengenaan biaya tambahan sebesar 25% (dua puluh lima perseratus) untuk tiap tahun tersebut dimaksudkan agar Pemegang Paten benar‑benar memperhatikan kewajibannya.

Ayat (1) dan Ayat (2)

Penyelenggaraan administrasi tersebut meliputi penyelenggaraan dokumentasi dan pelayanan informasi paten.

Sebagai salah satu sumber informasi teknologi, paten merupakan sarana bagi peningkatan penguasaan dan kemampuan bangsa di bidang teknologi. Oleh karenanya, masalah dokumentasi dan informasi paten memiliki arti dan peran yang sangat penting bahkan strategis. Untuk itu, Kantor Paten perlu diberi dorongan untuk menyusun sistem dokumentasi dan khususnya sistem jaringan informasi yang saling terkait dan kuat.

Dalam rangka ini, Kantor Paten memanfaatkan kemampuan dan fasilitas yang dimiliki instansi lainnya baik milik Pemerintah maupun swasta dengan kerjasama sebaik‑baiknya dalam mewujudkan sistem tersebut.

Selain itu, terbinanya dokumentasi dan sistem jaringan informasi yang baik dan tangguh, juga bermanfaat bagi kelancaran pelaksanaan tugas Kantor Paten itu sendiri, terutama dalam melakukan pemeriksaan paten. Masih dalam rangka pembangunan dan pengembangan sistem dokumentasi dan informasi paten secara nasional, Kantor Paten memanfaatkan kesempatan bantuan teknik dan kerjasama luar negeri.

Sekalipun pembinaan Kantor Paten pada dasarnya dilakukan oleh Menteri, tetapi mengingat paten memiliki segi‑segi yang sangat luas baik di bidang sosial‑budaya, ekonomi, politik dan pertahanan keamanan Negara, maka dalam pelaksanaan tugasnya Kantor Paten harus selalu memperhatikan pula kepentingan dan kecenderungan yang berlangsung di bidang di atas. Karenanya, Kantor Paten wajib bekerja seerat‑eratnya dengan berbagai instansi Pemerintah yang bersangkutan, termasuk instansi atau organisasi swasta.

Pertanggungjawabannya, tetap diberikan kepada Menteri.

Tuntutan ini menyangkut pemilikan paten. Dalam hal ini orang yang merasa bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 11, Pasal 12 dan Pasal 13 sebenarnya berhak atas suatu paten, dapat menuntut orang lain yang ternyata telah memperoleh paten.

Penentuan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk memeriksa tuntutan serupa ini didasarkan pertimbangan antara lain :

a. kemudahan untuk memperoleh data termasuk dokumen yang diperlukan dalam pembuktian;

b. adanya faktor internasional dalam pelaksanaan sistem paten.

Namun demikian bilamana keadaan di masa mendatang telah memungkinkan, Menteri dapat menetapkan Pengadilan Negeri lainnya untuk melayani tuntutan yang serupa.

Yang dimaksud dengan hak yang melekat pada paten antara lain meliputi manfaat ekonomi yang telah dinikmati dari paten yang bersangkutan.

Ketentuan ini berlaku pula dalam hal adanya tuntutan sebagaimana diatur dalam Pasal 121 ayat (1).

Sekalipun paten merupakan hak milik perorangan, tetapi pelaksanaannya memiliki dampak yang sangat luas dalam segi lain terutama di bidang tatanan kehidupan sosial, ekonomi dan politik.

Oleh karenanya, agar pelaksanaan hak tersebut dapat berlangsung dengan tertib, Negara juga mengancam pidana atas pelanggaran tertentu terhadap Undang‑undang ini.

Yang dimaksud Pengadilan Negeri adalah pengadilan tingkat pertama.

Pemberian wewenang kepada pejabat pegawai negeri sipil dalam ayat ini, sama sekali tidak mengurangi wewenang penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia untuk menyidik tindak pidana di bidang paten.

Dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya pejabat pegawai negeri sipil tersebut berada di bawah koordinasi dan pengawasan penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.

Kewenangan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam Undang‑undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

Untuk kepentingan penyidikan, penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, diminta atau tidak diminta memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada pejabat penyidik pegawai negeri sipil tersebut pada ayat (1).

Yang dimaksud dengan petunjuk antara lain, ialah yang berkaitan dengan teknik dan taktik penyidikan sedangkan bantuan penyidikan antara lain penangkapan, penahanan dan pemeriksaan laboratorium.

Oleh karena itu, pejabat penyidik pegawai negeri sipil sejak awal wajib memberitahukan tentang penyidikan itu kepada penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia. Selanjutnya hasil penyidikan berupa berkas perkara, tersangka dan barang bukti diserahkan kepada Penuntut Umum melalui penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.

Yang dimaksud dengan Pengumuman Pemerintah Tahun 1953 adalah Pengumuman Menteri Kehakiman Nomor J.S.5/41/4 tanggal 12 Agustus 1953 yang dimuat dalam Berita Negara Nomor 69 tanggal 28 Agustus 1953 dan Pengumuman Menteri Kehakiman Nomor J.G. 1/2/17 tanggal 29 Oktober 1953 yang dimuat dalam Berita Negara Nomor 91 tanggal 13 Nopember 1953.

Pembatasan bahwa yang dapat dimintakan paten adalah permintaan yang telah didaftarkan dalam 10 (sepuluh) tahun terakhir didasarkan atas pertimbangan bahwa sekalipun dalam pengumuman tanggal 12 Agustus 1953 diberitahukan adanya kemungkinan untuk diberikan prioritas untuk diproses, tetapi hal itu pun berkaitan dengan realita yang berkaitan dengan jangka waktu paten yang diatur dalam Undang‑undang ini serta waktu yang dibutuhkan untuk memprosesnya.

Dalam pengajuan permintaan paten tersebut, sepenuhnya harus diikuti ketentuan Undang‑undang ini.

Karena dinyatakan gugur, maka pendaftaran tersebut dianggap tidak memiliki kekuatan hukum lagi dan karenanya tidak berlaku.

Penerima Bintang LVRI  dan Penghargaan Veconac   Ketua Umum LVRI Letjen TNI Purn HBL Mantiri dalam sambujtannya berharap dengan acara Peringatan…

PERINGATAN HUT KE 67 LVRI Pementerian Pertahanan terus berkomitmen dan berupaya meningkatkan kesejahteraan melalui pembaruan regulasi-regulasi…

SIDANG EBM KE 33 DAN SIDANG GA KE 20 VECONAC Untuk yang kedua kali VECONAC  mengadakan sidang  secara virtual disaat Pandemi Covid 19. …

Sosialisasi ASABRI ke LVRI secara Virtual   Mengikuti perkembangan kasus Asabri yang dikenal Mega Korupsi dimana ada dana sekitar 23 T raib, Dewan…

WEBINAR DPP LVRI DALAM RANGKA MEMPERINGATI HARI KEBANGKITAN NASIONAL KE 113 TAHUN 2021 Dalam rangka memperingati Hari Kebangkitan Nasional ke 113…

Komando Pasukan Gerak Cepat (disingkat Kopasgat, atau sebutan lainnya Korps Baret Jingga), merupakan pasukan khusus yang dimiliki TNI Angkatan Udara. Kopasgat merupakan satuan tempur darat berkemampuan tiga matra, yaitu udara, laut, darat.

Setiap prajurit Pasgat diharuskan minimal memiliki kualifikasi para-komando (Parako) untuk dapat melaksanakan tugas secara profesional, kemudian ditambahkan kemampuan khusus kematraudaraan sesuai dengan spesialisasinya.

Tugas dan tanggung jawab Kopasgat sama dengan pasukan tempur lainnya yaitu Satuan Tempur Negara. Sebagai Pasukan Pemukul NKRI yang siap diterjunkan disegala medan baik hutan, kota, rawa, sungai, laut untuk menumpas semua musuh yang melawan NKRI.

Yang membedakannya adalah Kopasgat mempunyai Ciri Khas tugas tambahan yang tidak dimiliki oleh pasukan lain yaitu Operasi Pembentukan dan Pengoperasian Pangkalan Udara (OP3U) yaitu merebut dan mempertahankan pangkalan dan untuk selanjutnya menyiapkan pendaratan pesawat dan penerjunan pasukan.

Kopasgat bertugas membina kekuatan dan kemampuan satuan. Pasgat sebagai pasukan matra udara selalu siap operasional dalam melaksanakan segala misi operasi militer perang maupun non militer selain perang, perebutan sasaran, pertahanan objek strategis Angkatan Udara, pertahanan udara, operasi khusus dan khas matra udara dalam operasi militer atas kebijakan Panglima TNI.

Warna baret jingga Pasgat terinspirasi dari cahaya jingga saat fajar di daerah Margahayu, Bandung, yaitu tempat pasukan komando ini dilatih.[1]

Markas Komando Pasukan Gerak Cepat bermarkas didalam Pangkalan TNI AU Sulaiman Margahayu, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

Sebagai Pasukan Darat TNI Angkatan udara, kala itu sesuai dengan Keputusan MEN/PANGAU No. 45 Tahun 1966, tanggal 17 Mei 1966, pengesahan Komando Pasukan Gerak Tjepat (Kopasgat) yang terdiri dari 3 Resimen.

Berdasarkan Kep Panglima TNI Nomor Kep/66/02/2022 tanggal 21 Januari validasi organisasi perubahan nama dari KORPASKHAS kembali ke jatidiri awal sejarah Pasukan Payung pertama NKRI yaitu KOPASGAT. Struktur Satuan Kopasgat saat ini :

Arti setiap kata Sangkahya-yoga tersebut adalah sebagai berikut:

"Kamu berhak melakukan tugas yang ditentukan, tetapi tidak berhak atas hasil kelakuanmu."[2]

Moto Kopasgat ialah "Karmanye Vadikaraste Mafalesu Kadatjana", yang artinya bekerja tanpa menghitung untung dan rugi dalam Bahasa Sansekerta.[3] Kata "falesu" adalah salah paham karena istilah asli dalam Bhagavad Gita adalah phalesu, di mana ejanan "ph" merupakan bunyi /p/ ditambah bunyi /h/, bukan bunyi /f/.

Presiden RI pertama Ir. Soekarno, pada malam ”tirakatan” hari Bhakti AURI di Istana Negara tanggal 30 Juli 1964, memberikan ungkapan ini secara langsung untuk memotivasi personel AURI. Soekarno menyitirnya dari kalimat termasyhur pada Sangkahya-yoga kitab Bhagawadgita, sloka 2.47, yang lengkapnya berbunyi:

Gubernur Kalimantan Ir. Pangeran Muhammad Noor mengajukan permintaan kepada AURI agar mengirimkan pasukan payung ke Kalimantan untuk tugas membentuk dan menyusun gerilyawan, membantu perjuangan rakyat di Kalimantan, membuka stasiun radio induk untuk memungkinkan hubungan antara Yogyakarta dan Kalimantan, dan mengusahakan serta menyempurnakan daerah penerjunan (dropping zone) untuk penerjunan selanjutnya. Atas inisiatif Komodor (U) Soerjadi Soerjadarma kemudian dipilih 12 orang putra asli Kalimantan dan 2 orang PHB AURI untuk melakukan penerjunan.[4]

Tanggal 17 Oktober 1947, tiga belas orang anggota berhasil diterjunkan di Sambi, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. Mereka adalah Hari Hadi Soemantri (montir radio AURI asal Semarang), FM Soejoto (juru radio AURI asal Ponorogo), Iskandar (pimpinan pasukan), Ahmad Kosasih, Bachri, J. Bitak, C. Williem, Imanuel Nuhan, Amirudin, Ali Akbar, M. Dahlan, JH. Darius, dan Marawi.

Semuanya belum pernah mendapat pendidikan secara sempurna kecuali mendapatkan pelajaran teori dan latihan di darat (ground training). Seorang lagi yaitu Jamhani batal terjun karena takut.

Mereka diterjunkan dari pesawat C-47 Dakota RI-002 yang diterbangkan oleh Bob Freeberg yang berkebangsaan Amerika sekaligus sebagai pemilik pesawat, ko-pilot Opsir (U) III Suhodo, dan jump master Opsir Muda (U) III Amir Hamzah. Bertindak sebagai penunjuk daerah penerjunan adalah Mayor (U) Tjilik Riwut yang putra asli Kalimantan. Ini adalah operasi lintas udara pertama dalam sejarah Indonesia.

Pasukan ini awalnya akan diterjunkan di Sepanbiha, Kalimantan Selatan namun akibat cuaca yang buruk dan kontur daerah Kalimantan yang berhutan lebat mengakibatkan Mayor (U) Tjilik Riwut kebingungan saat memprediksi tempat penerjunan.

Setelah bergerilya di dalam hutan pada tanggal 23 November 1947, pasukan ini disergap tentara Belanda akibat pengkhianatan seorang kepala desa setempat, yang mengakibatkan gugurnya Hari Hadi Sumantri, Iskandar, dan Ahmad Kosasih. Sedangkan yang lainnya berhasil lolos namun akhirnya setelah beberapa bulan mereka berhasil juga ditangkap Belanda.

Dalam pengadilan, Belanda tAK dapat membuktikan bahwa mereka adalah pasukan payung dan akhirnya mereka dihukum sebagai seorang kriminal biasa. Mereka dibebaskan seusai menjalani hukuman 1 tahun dan langsung diangkat menjadi anggota AURI oleh Komodor (U) Soerjadi Soerjadarma.

Peristiwa Penerjunan yang dilakukan oleh ke tiga belas prajurit AURI tersebut merupakan peristiwa yang menandai lahirnya satuan tempur pasukan darat TNI Angkatan Udara. Tanggal 17 Oktober 1947 kemudian ditetapkan sebagai hari jadi Komando Pasukan Gerak Tjepat (Kopasgat), kemudian pada tahun 1997 dirubah menjadi Korps Pasukan Khas TNI Angkatan Udara (Korpaskhas).

Selanjutnya pada tahun 2022 sesuai Surat Keputusan PANGLIMA TNI Nomor Kep/66/I/2022 tanggal 19 Januari 2022 tentang validasi organisasi dari Korpaskhas kembali ke jatidiri awal pasukan komando dan pasukan payung pertama NKRI yaitu KOPASGAT.[5]

Pada masa awal kemerdekaan, dalam konsolidasi organisasi Badan Keamanan Rakyat Oedara (BKRO) membentuk Organisasi Darat yaitu Pasukan Pertahanan Pangkalan (PPP).

PPP dibutuhkan untuk melindungi pangkalan-pangkalan udara yang telah direbut dari tentara Jepang terhadap serangan Belanda yang pada waktu itu ingin kembali menduduki wilayah Republik Indonesia. Pimpinan BKR saat itu baik Letjen Soedirman maupun Komodor (U) Soerjadi Soerjadarma berpendapat bahwa Belanda pasti akan menyerang ibu kota RI di Yogyakarta lewat udara.

PPP saat itu masih bersifat lokal, yang dibentuk di pangkalan-pangkalan udara seperti di Pangkalan Udara Bugis (Malang), Maospati (Madiun), Mojoagung (Surabaya), Panasan (Solo), Maguwo (Yogyakarta), Cibeureum (Tasikmalaya), Kalijati (Subang), Pamengpeuk (Garut), Andir dan Margahayu (Bandung), Cililitan dan Kemayoran (Jakarta) dan pangkalan-pangkalan udara di luar pulau Jawa seperti Talang Batutu (Palembang), Tabing (Padang) dll.

PPP sangat berperan saat terjadi Agresi Militer I dan Agresi Militer II, ketika hampir seluruh pangkalan udara mendapat serangan dari tentara Belanda, baik dari darat maupun dari udara.

Serangan besar-besaran dilancarkan oleh Belanda pada tanggal 19 Desember 1948 terhadap Pangkalan Udara Maguwo Yogyakarta. Belanda mengerahkan pesawat P-51 Mustang, P-40 Kitty Hawk dan pembom B-25/B-26.

Selain itu diterjunkan dari pesawat C-47 Dakota sekitar 600 pasukan payung gabungan dari trup tempur Para-1 pimpinan Kapten Eekhout. Pasukan payung ini merupakan bagian dari Tijger Brigade/Divisi B (termasuk di dalamnya satuan "Andjing NICA" yang terkenal ganas serta brutal) pimpinan Kolonel Van Langen yang diperintahkan untuk menguasai Yogyakarta.

Brigade ini masih ditambah satuan elit gabungan pasukan darat dan udara grup tempur M. Di Maguwo grup tempur M menerjunkan 2 kompi pasukan para komando Korps Speciale Troepen (KST) yang merupakan penggabungan dari baret merah dan hijau Belanda pada November 1948.[6]

Pada saat itu PPP bersama kekuatan udara lainnya berusaha mempertahankan pangkalan. Maguwo dipertahankan oleh 150 pasukan PPP dan 34 teknisi AURI pimpinan Kadet Kasmiran. Dalam pertempuran tidak seimbang ini, gugur 71 personel AURI termasuk Kadet Kasmiran dan 25 orang lainnya yang tidak dikenal.

PPP inilah yang merupakan cikal bakal dari Pasukan Payung (pasukan berparasut) setelah pada tanggal 12 Februari 1946 melakukan percobaan latihan penerjunan yang pertama kali di Pangkalan Udara Maguwo Yogyakarta dengan menggunakan payung (parasut) dan pesawat terbang peninggalan Jepang.

Penerjunan pertama yang semuanya dilaksanakan oleh 3 orang Indonesia baik penerbangnya maupun penerjunnya, berlangsung menggunakan tiga buah pesawat Churen. Penerbang Adisoetjipto menerjunkan Amir Hamzah, penerbang Iswahjoedi menerjunkan Legino dan penerbang M. Soehodo menerjunkan Pungut.

Penerjunan pertama di alam Indonesia merdeka yang berlangsung di Pangkalan Udara Maguwo tersebut disaksikan oleh Kepala Staf BKRO Komodor (U) Soerjadi Soerjadarma dan Panglima Besar Letjen Soedirman serta petinggi BKR lainnya.

Penerjunan yang dilaksanakan pada ketinggian 700 meter, sebagai pengawas kesehatannya adalah dr. Esnawan. Penerjunan kedua diadakan di Pangkalan Udara Maguwo tanggal 8 Maret 1947 pada saat wing day yang merupakan terjun bebas (free fall) pertama di Indonesia dilakukan oleh Opsir Udara I Soedjono dan Opsir Muda Udara I Soekotjo dengan penerbang Gunadi dan Adisutjipto. Penerjunan ini disaksikan oleh Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta, para petinggi BKR serta masyarakat luas.[7]

Pada tanggal 24 Maret 1947, kembali dilaksanakan penerjunan oleh Soedjono dan Soekotjo dalam rangka peresmian Pangkalan Udara Gadut di Bukittinggi.

Selanjutnya sejak tahun 1950, Pasukan Payung yang saat itu masih bernama PPP berpusat di Jakarta dan mendapat sebutan Air Base Defence Troop (ABDT). Pasukan membawahi 8 kompi dan dipimpin oleh Kapten (U) RHA Wiriadinata dengan wakilnya Letnan I (U) R Soeprantijo.

Kemudian pada pertengahan tahun 1950, dibentuk Inspektorat Pasukan Pertahanan Pangkalan (IPP) yang bermarkas di jalan Sabang, Jakarta, yang pada bulan April 1952 dipindahkan ke Pangkalan Udara Cililitan, Jakarta Timur.

Pada tahun 1950 juga diadakan Sekolah Terjun Payung (Sekolah Para) yang diikuti oleh para prajurit, dalam rangka pembentukan Pasukan Para AURI. Sekolah Para ini dibuka di Pangkalan Udara Andir Bandung, sebagai kelanjutan dari embrio Sekolah Para di Maguwo.

Hasil didik dari Sekolah Para inilah yang kemudian disusun dalam Kompi-Kompi Pasukan Gerak Tjepat (PGT) yang dibentuk pada bulan Februari 1952, dengan Kapten (U) RHA Wiriadinata sebagai komandannya yang saat itu juga merangkap sebagai Komandan Pangkalan Udara Andir di Bandung.

Pada tahun 1950-an, Pasukan AURI terdiri dari PPP, PGT dan PSU (Penangkis Serangan Udara) yang kekuatannya terdiri dari 11 Kompi Berdiri Sendiri (BS), 8 Pleton BS dan 1 Battery PSU.

Selanjutnya pada Tahun 1960-an PGT juga ditugaskan dalam rangka operasi pembebasan Irian Barat (Papua) yang berdasarkan perintah Men/Pangau, maka dibentuklah Resimen Tim Pertempuran PGT (RTP PGT) yang bermarkas di Bandung dan Kapten (U) Sugiri Sukani sebagai komandannya.

RTP PGT membawahi 2 Batalyon PGT yaitu Batalyon A PGT yang dipimpin oleh Kapten (U) Z. Rachiman dan Batalyon B PGT yang dipimpin oleh Kapten (U) JO. Palendeng.

Komodor (U) RHA Wiriadinata adalah komandan PGT pertama (1952) yang banyak membawa perkembangan terhadap pasukan payung di Indonesia, terutama dalam tubuh AURI.

Konsep PGT sejak awal mulanya memang tertuju pada kemampuan para dan komando. Ia juga pernah menjadi Panglima Gabungan Pendidikan Paratroops (KOGABDIK PARA).

Pada masa pemerintahan Orde Lama, PGT AURI bersama KKO (Marinir) ALRI dikenal loyal dan setia terhadap Presiden Sukarno.

Kedua pasukan elit ini bahkan dianggap menjadi anak emasnya Presiden Soekarno. Hingga saat detik-detik kejatuhan Presiden Sukarno, kedua pasukan ini tetap menunjukkan kesetiaannya pada Sang Proklamator tersebut.

Pada tanggal 15 Oktober 1962, berdasarkan Keputusan Men/Pangau Nomor: 195 dibentuklah Komando Pertahanan Pangkalan Angkatan Udara (KOPPAU). Panglima KOPPAU dirangkap oleh Men/Pangau dan sebagai wakilnya ditetapkan Komodor (U) RHA Wiriadinata.

KOPPAU terdiri dari Markas Komando (Mako) berkedudukan di Bandung, Resimen PPP di Jakarta dan Resimen PGT di Bandung. Resimen PPP membawahi 5 Batalyon yang berkedudukan di Jakarta, Banjarmasin, Makassar, Biak dan Palembang (kemudian pindah ke Medan). Resimen PGT terdiri dari 3 Batalyon, yaitu Batalyon I PGT (merupakan Batalyon III Kawal Kehormatan Resimen Cakra Bhirawa) berkedudukan di Bogor, Batalyon II PGT di Jakarta dan Batalyon III PGT di Bandung.

Berdasarkan Surat keputusan Men/Pangau Nomor: III/PERS/MKS/1963 tanggal 22 Mei 1963, maka pada tanggal 9 April 1963 Komodor (U) RHA Wiriadinata dikukuhkan menjadi Panglima KOPPAU dan menjabat selama 1 tahun. Kemudian pada tahun 1964 digantikan oleh Komodor (U) Ramli Sumardi sampai dengan tahun 1966.

Bedasarkan hasil seminar pasukan di Bandung pada tanggal 11 s.d. 16 April 1966, sesuai dengan Keputusan MEN/PANGAU No. 45 Tahun 1966, tanggal 17 Mei 1966, KOPPAU disahkan menjadi Komando Pasukan Gerak Tjepat (KOPASGAT) yang terdiri dari 3 Resimen:

Di era nama KOPASGAT lah, korps baret jingga ini sangat terkenal. Bahkan PDL Sus KOPASGAT bermotif macan tutul menjadi acuan pemakaian PDL TNI saat operasi Seroja.

Saat operasi pembebasan sandera pesawat DC-9 Woyla milik Garuda Indonesia di Bandara Don Muang Thailand tahun 1981 sesungguhnya KOPASGAT-lah yang dipersiapkan untuk beraksi namun akibat berbagai tekanan politik Orde Baru saat itu akhirnya Kopassandha yang diberangkatkan ke Bangkok.

Sejalan dengan dinamika penyempurnaan organisasi dan pemantapan satuan-satuan TNI, maka berdasarkan Keputusan KASAU No. Kep/22/III/ 1985 tanggal 11 Maret 1985, Kopasgat berubah menjadi Pusat Pasukan Khas TNI Angkatan Udara (PUSPASKHASAU)

Seiring dengan penyempurnaan organisasi TNI dan TNI Angkatan Udara, maka tanggal 17 Juli 1997 sesuai Skep PANGAB No. SKEP/09/VII/1997, status Puspaskhas ditingkatkan dari Badan Pelaksana Pusat menjadi Komando Utama Pembinaan (Kotamabin) sehingga sebutan PUSPASKHAS berubah menjadi Korps Pasukan Khas TNI AU (KORPASKHASAU).

Berdasarkan Surat Keputusan Panglima TNI Nomor KEP/66/I/2022 tanggal 19 Januari 2022 tentang Validasi Organisasi dari KORPASKHAS kembali ke marwah asli awal pembentukan pasukan komando TNI Angkatan Udara dan pasukan payung pertama NKRI yaitu KOMANDO PASUKAN GERAK CEPAT (KOPASGAT).

Sejarah mencatat dengan tinta emas penerjunan pasukan pertama kali di Kotawaringin, Kalimantan Tengah guna melaksanakan operasi gerilya melawan pasukan Belanda, serta sepak terjang KOPASGAT dalam melaksanakan operasi pembebasan Irian Barat melawan pasukan Belanda hingga menancapkan bendera merah putih di Irian Barat, dan masih banyak operasi militer yang dilaksanakan KOPASGAT.

KOPASGAT terbagi dalam beberapa Spesialisasi yaitu:

Komando Pasukan Gerak Cepat (Kopasgat) dipimpin oleh seorang Perwira Tinggi bintang dua Marsekal Muda. Saat ini jabatan Dankopasgat diduduki oleh Marsekal Muda TNI Yudi Bustami.

Tugas TNI Angkatan Udara makin Kompleks, dimulai pada tanggal 9 April 1946 hingga saat ini bukan perjalanan perjalanan yang singkat. Dengan tekad untuk menjadikan Indonesia menjadi Poros Maritim Dunia yang menuntut keharusan TNI AL dan TNI AU untuk memperkuat organisasi dan Alutsistanya untuk menjadi pengawal Negara Poros Maritim Dunia.

TNI Angkatan Udara berbenah diri untuk memperkuat kekuatan tempurnya. Kekuatan TNI Angkatan Udara dalam melaksanakan operasi udara bertumpu pada dua kekuatan inti yaitu ***Wing-Wing Udara dan Kopasgat***yang keduanya selalu bersama dalam melaksanakan operasi udara, baik itu operasi serangan udara, pertahanan udara, dukungan udara, maupun operasi kemanusiaan.

Momentum ini menjadi titik awal kebangkitan TNI Angkatan Udara dengan Perkuatan Alutsista dan peningkatan kualitas sumber daya manusia serta pemenuhan personel sesuai DSP yang mengawaki menjadi "ANGKATAN UDARA YANG KUAT DAN DISEGANI" untuk mengawal Negara Indonesia sebagai POROS MARITIM DUNIA dan disegani di Kasawan.

Berkembangnya teknologi pertahanan yang sangat pesat dengan ancaman perang dunia maya, maka Korpasgat sebagai salah satu Kotama Tempur TNI Angkatan Udara harus segera menyesuaikan dengan segala persenjataan modern yang berkembang termasuk didalamnya membuat perencanaan pembelian alutsista-alutsista yang dibutuhkan baik dari dalam negeri ataupun dari luar negeri.

Korpasgat diharuskan segera melaksanakan Transformasi menuju postur tahun 2035 untuk meningkatkan kemampuan dan profesionalisme prajurit di segala bidang. Diharapkan TNI AU dapat melaksanakan operasi militer secara mandiri. Trasformasi Korpasgat adalah dengan mengembangkan tugas yang menyatu dengan tugas pokok Angkatan Udara, Yaitu MENJAGA KEDAULATAN DAN HUKUM DI UDARA.

Kita membangun doktrin perang yang sekarang ini sudah bergeser dari Area Command menjadi namanya Battle Zone. Jadi beberapa wilayah diperkuat secara bertahap. Perbedaan antara Area Command dengan Battle Zone adalah, kalau Area Command itu berarti pertahanan merata mulai dari Indonesia barat hingga Indonesia timur dan sifatnya tidak tajam yang disebut dengan Capability Base Approach.

Sedangkan Battle Zone adalah membangun pertahanan yang menyatu dengan tugas pokok TNI AU artinya Lanud-Lanud Utama harus diperkuat dahulu, setelah itu memperkuat pangkalan aju atau pangkalan terdepan yang di peripheral-peripheral (perbatasan).

Pertahanan dalam masa damai harus Defence Indepth. Membangun pertahanan dari tengah yaitu Ibu kota dahulu sebagai Center Of Grafity, baru berkembang ke luar. Intinya pembangunan kekuatan pertahanan mengedepankan konsep New Generation Air Force yaitu doktrin pertahanan yang didukung dengan teknologi.

Awal mula pada Tahun 1960-an PGT juga ditugaskan dalam rangka operasi pembebasan Irian Barat (Papua). Berdasarkan perintah Men/Pangau, maka dibentuklah Resimen Tim Pertempuran PGT (RTP PGT) yang bermarkas di Bandung dan Kapten (U) Sugiri Sukani sebagai komandannya.

RTP PGT membawahi 2 Batalyon PGT yaitu Batalyon A PGT yang dipimpin oleh Kapten (U) Z. Rachiman dan Batalyon B PGT yang dipimpin oleh Kapten (U) JO. Palendeng. Komodor (U) RHA Wiriadinata adalah komandan PGT pertama (1952) yang banyak membawa perkembangan terhadap pasukan payung di Indonesia, terutama dalam tubuh AURI.

Konsep PGT sejak awal mulanya memang tertuju pada kemampuan para dan komando. Ia juga pernah menjadi Panglima Gabungan Pendidikan Paratroops (KOGABDIK PARA).

Batalyon yang dibangun sekarang ini namanya Air Comandos. Didesain untuk tugas-tugas sebagai Strike Forces (Pasukan Pemukul). Oleh karenanya konsep operasi yang dibangun dan dikembangkan adalah COMBAT TEAM BATTALION (Batalion Tim Pertempuran).

Jadi bagaimana Batalion-Batalion itu bergerak dengan bantuan-bantuan kesenjataannya. Dalam pertempuran dan serbuan Batalion Tim Pertempuran (BTP) merupakan gabungan kekuatan tempur dari Yonko Pasgat dan gabungan unsur bantuan tempur dari kompi-kompi Kavaleri Pasgat, Artileri Pasgat, Zeni Pasgat, Kesehatan lapangan Pasgat, Komlek Pasgat dan Bekang Pasgat yang kesemuanya merupakan Kesatuan Kesenjataan Terpadu.

Pada tahun 1950-an, Pasukan AURI terdiri dari PPP, PGT dan PSU (Penangkis Serangan Udara). Awal mula Pasukan PSU berkekuatan Battery PSU meriam Tripple Gun. Pengembangan Sistem Pertahanan Udara Korpasgat adalah Hanud Jarak Dekat (Short Range Air Defence – ShoRAD) atau Hanud Titik untuk melindungi semua Pangkalan TNI AU (Lanud), Satuan Radar (Satrad), Istana Negara, dan obyek vital negara bernilai strategis dari segala bentuk ancaman serangan udara. Kekuatan terdiri dari :

Hanud Jarak Medium (Medium Range Air Defence – MeRAD)atau Hanud Terminal saat ini diemban oleh Satuan Rudal (Satrudal) Kosekhanudnas TNI AU.

Pengadaan pertama adalah Satrudal 111 Kosekhanudnas I untuk pengamanan ibukota Jakarta dengan Alutsista berupa Bateray NASAMS (Norwegia) dengan jarak jangkau tembak antara 50–100 km. Kedepan dibentuk Satrudal-Satrudal Hanud Jarak Jauh baru ditiap wilayah Kosehanudnas I,II,III, dan IV sebagai payung udara NKRI terutama rencana di Ibukota baru NKRI yang ada di Kalimantan dan di wilayah perbatasan udara NKRI sehingga membentuk Perisai Udara yang panjang saling menyambung disepanjang perbatasan udara NKRI.

Untuk lebih mengoptimalkan kekuatan Hanud, akan dikembangkan Sistem Hanud THAAD (Terminal High Altitude Air Defence) yaitu sistem Hanud yang saling terintegrasi antara Hanud titik Pasgat dan Hanud Terminal maupun Area Kosekhanudnas I,II,III,IV TNI Angkatan Udara untuk melindungi wilayah udara NKRI.

Korpasgat dengan PT Pindad bekerjasama untuk membangun Batlion Kavaleri Pasgat dengan menggunakan Panser Produk dalam negeri sendiri. Korpasgat membutuhkan 90 unit Panser untuk melengkapi kebutuhan pengadaan alutsista Batalion Kavaleri Pasgat yang nantinya digelar di 3 Kotama Korpasgat.

Batalyon Kavaleri Pasgat berada dibawah Komando Resimen Bantuan Tempur Korpasgat. Tugas pokok dari batalion ini adalah untuk melaksanakan pertempuran jarak dekat di darat dengan menggunakan kendaraan tempur angkut lapis baja guna mencari, mendekati, menghancurkan dan menawan musuh serta merebut, menguasai dan mempertahankan medan baik berdiri sendiri maupun dalam hubungan yang lebih besar dalam rangka sebagai bantuan tempur bagi Pasukan Batalion Komando Pasgat yang berada digaris depan pertempuran. Batalion Kavaleri Pasgat dilengkapi berbagai Kendaraan Tempur Lapis Baja buatan dalam negeri (Ranpur) 6X6 jenis Panser Anoa buatan PT. Pindad. Yonkav Pasgat, terdiri dari:

Korps Zeni Tempur adalah pasukan yang sangat dibutuhkan dalam perang. Dalam situasi ekstrem Zeni berada di garis depan untuk membuka jalan gerak laju bagi satuan korps lain terutama Pasukan Pemukul Yonko Pasgat yang tergabung dalam beberapa Brigade Komando Pasgat.

Sementara pada situasi damai Zeni membantu pemulihan kerusakan pada objek-objek dan daerah. Zeni adalah bagian insinyur dari pasukan militer yang mengurus persenjataan dan perlengkapan. Zeni bertanggung jawab membuat konstruksi prasarana militer khususnya di daratan, seperti membangun perkubuan, konstruksi dan destruksi militer di medan tempur, penyamaran atau kamuflase dan pelaksanaan zeni tempur khususnya penyediaan fasilitas hidup di lapangan bagi pasukan.

Adapun tugas tambahan dari Batalyon Zeni Pasgat adalah membangun secara darurat dan cepat segala fasilitas lapangan udara yang porak poranda berupa runway, tower, aprron dan fasilitas penting pendukung penerbangan lainnya setelah berhasil direbut kembali agar dapat segera dapat difungsikan kembali. Peralatan Persenjataan Zeni :

Pembentukan Yonkes didasarkan pada perlunya satuan kesehatan lapangan yang mampu mendukung kesatuan operasional setingkat Kopur ke atas.

Yonkes tergabung dalam resimen bantuan tempur Pasgat yang tugas pokoknya mendukung tugas pasukan pemukul Yonko Pasgat dalam pertempuran maupun kemanusiaan. Yonkes terdiri atas Mayon, Kompi Markas, Kompi Rumah Sakit Lapangan, Kompi Evakuasi dan Kompi Kesehatan Bantuan. Tugas Pokok Yonkes Pasgat adalah:

Sejarah awal pembentukan Denhanlan Pasgat adalah Pada masa awal kemerdekaan, dalam konsolidasi organisasi Badan Keamanan Rakyat Oedara (BKRO) membentuk Organisasi Darat yaitu Pasukan Pertahanan Pangkalan (PPP).

PPP dibutuhkan untuk melindungi pangkalan-pangkalan udara yang telah direbut dari tentara Jepang terhadap serangan Belanda yang pada waktu itu ingin kembali menduduki wilayah Republik Indonesia. Pimpinan BKR saat itu, Letjen Soedirman maupun Komodor (U) Soerjadi Soerjadarma berpendapat bahwa Belanda pasti akan menyerang ibu kota RI di Yogyakarta lewat udara.

PPP saat itu masih bersifat lokal, yang dibentuk di pangkalan-pangkalan udara seperti di Pangkalan Udara Bugis (Malang), Maospati (Madiun), Mojoagung (Surabaya), Panasan (Solo), Maguwo (Yogyakarta), Cibeureum (Tasikmalaya), Kalijati (Subang), Pamengpeuk (Garut), Andir dan Margahayu (Bandung), Cililitan dan Kemayoran (Jakarta) dan pangkalan-pangkalan udara di luar pulau Jawa seperti Talang Batutu (Palembang), Tabing (Padang) dll dari agresi militer I dan II Belanda.

Di setiap Lanud dibentuk Detasemen Pertahanan Pangkalan (Denhanlan) Pasgat. Terutama Lanud Tipe A dan Lanud Tipe B. Sebagai pasukan tempur untuk pertahanan pangkalan, menjadi perisai setiap Lanud dan wilayah teritorial udara (Bandara/Airstrip).

Denhanlan bertugas melindungi dan mempertahankan semua Pangkalan Udara Militer maupun Bandara/Airstrip NKRI beserta Aset yang ada didalamnya dari segala ancaman dan serangan guna untuk menjamin tetap berlangsung operasi udara. Salah satunya tugas yaitu menempatkan Sniper di tiap Tower Lanud/Bandara guna melaksanakan penindakan langsung terhadap ancaman drone tak berizin yang membahayakan operasi udara / penerbangan di Lanud dan Bandara NKRI.

Denhanlan Pasgat dilengkapi Alutsista berupa Rantis-rantis serbu dengan senjata kaliber 12,7 mm, Rantis Patroli dan kendaraan angkut pasukan. Denhanlan Pasgat dipimpin oleh seorang Pamen dengan kekuatan 1 kompi senapan, 1 tim aksi khusus, 1 peleton bantuan, dan 1 peleton markas. Denhanlan adalah Pasukan Kopasgat yang melaksanakan BKO Lanud untuk tugas tempur pertahanan pangkalan dan bandara. Organisasi terdiri dari :

Lihat Selengkapnya di Artikel: Satuan Bravo '90

Satuan Bravo 90 adalah pengembangan dari Detasemen Bravo 90 (disingkat Den Bravo-90) adalah pasukan khusus anti teror Indonesia dengan kemampuan khusus yang di bentuk di lingkungan Korps Pasukan Khas TNI-AU pada tahun 1990, Bravo berarti yang terbaik.

Konsep pembentukannya merujuk kepada pemikiran Jenderal Guilio Douchet: Lebih mudah dan lebih efektif menghancurkan kekuatan udara lawan dengan cara menghancurkan pangkalan/instalasi serta alutsista-nya di darat daripada harus bertempur di udara. Moto: Catya Wihikan Awacyama Kapala artinya Setia, Terampil, Berhasil

PENGUKUHAN SATBRAVO 90/AT.

Dikukuhkan pada tanggal 16 September 1999 oleh KSAU Marsekal Hanafie Asnan. Dalam melaksanakan operasinya, Bravo dapat juga bergerak tanpa identitas. Bisa mencair di satuan-satuan Pasgat, atau seorang diri. Layaknya dunia intelijen Bukan main-main, Bravo-90 juga melengkapi personelnya dengan beragam kualifikasi khusus tempur lanjut, mulai dari combat free fall, scuba diving, pendaki serbu, teknik terjun HALO (High Altitude Low Opening) atau HAHO (High Altitude High Opening), para lanjut olahraga dan para lanjut tempur (PLT), dalpur trimedia (darat, laut, udara), selam, tembak kelas 1, komando lanjut serta mampu menggunakan teknologi informasi dan komunikasi dengan sarana multimedia.

Pasukan elit ini juga kebagian jatah untuk berlatih menembak dengan menggunakan peluru tajam tiga kali lipat lebih banyak dari pasukan reguler lainnya. Hal ini dimaksudkan untuk melatih ketepatan dan kecepatan mereka untuk bertindak dalam waktu sepersekian detik.

Satuan Bravo '90 mempunyai Detasemen, yaitu:

Pasukan intai yang diterjunkan secara rahasia jauh sebelum pelaksanaan serangan pada operasi udara dilaksanakan. Mereka adalah pasukan operasi khusus yang terlatih, melakukan infiltrasi baik melalui udara, darat, maupun perairan/laut ke dalam wilayah musuh untuk melakukan pengintaian khusus. Melaksanakan zeni terbatas, droping zone, menghimpun data baik posisi, kekuatan maupun logistik musuh, di mana mereka memanggil dan mengarahkan serangan udara, dukungan udara jarak dekat dan dukungan tembakan serta penerjunan pasukan. Combat Controllers menggunakan kendaraan segala medan, kendaraan amfibi, senjata, dan penghancuran untuk mencapai tujuan mereka, yang mungkin termasuk penghancuran rintangan. Kemampuan yang dimiliki menuntut kesiapan dan ketangguhan mental dan fisik untuk bertahan hidup di daerah terpencil, mencakup prinsip, prosedur, peralatan dan teknik yang memungkinkan individu untuk bertahan hidup, terlepas dari kondisi iklim atau lingkungan yang tidak bersahabat, dan kembali hidup-hidup. Kualifikasi tempur yang harus dimiliki diantaranya adalah Para Komando, Free Fall, terjun HALO/HAHO, Selam tempur, Survival, Zeni terbatas, Komlek, Demolisi, dll.

Motto CCD / Dalpur adalah "First There" artinya pertama ada atau yang pertama sampai dimedan pertempuran. "Pertama Ada," menegaskan kembali komitmen Pengendali Tempur untuk melakukan misi paling berbahaya di belakang garis musuh dengan memimpin jalan bagi pasukan lain untuk mengikuti.

Kebutuhan personel Korps Pasukan Khas TNI Angkatan Udara 29.910 orang, terdiri dari:

Kebutuhan mendesak dalam memenuhi kebutuhan jumlah personel Korpasgat hingga tahun 2024, dihadapkan dengan eskalasi ancaman keamanan regional dengan negara tetangga dan terutama ekspansi RRC yang kian meningkat maka Korpasgat sebagai komponen tempur TNI Angkatan Udara dapat segera merealisasikan kebutuhan personel dan peralatan tempurnya. Saat ini Pasgat masih dalam kondisi keterbatasan dari segi jumlah personel. Untuk memenuhi MEF 2024 masih kekurangan personel sebanyak 22.910 personel. Strategi dalam mewujudkannya adalah melaksanakan penyediaan prajurit khusus Korpasgat dengan melaksanakannya di Pusdiklat Pasgat setahun minimal 2 kali. Penerbang dan Korpasgat adalah Pasukan andalan kebanggan TNI Angkatan Udara yang selalu sigap, cepat dan terdepan secara bersama-sama dalam setiap operasi udara baik dalam misi pertempuran maupun misi kemanusiaan. Dukungan Kekuatan Wing Radar membantu keberhasilan dalam setiap tugas Penerbang dan Korpasgat. Adapun Operasi udara terbagi dalam beberapa macam operasi udara yaitu :

Korpasgat terbagi dalam beberapa induk kecabangan yaitu:

Korpasgat TNI-AU sebagai pasukan khusus Angkatan Udara satu-satunya dan berkualifikasi terlengkap didunia ini memiliki berbagai kemampuan tempur khas matra udara seperti Pengendali Tempur (Dalpur), Pengendali Pangkalan (Dallan), SAR Tempur, Jumping Master, Pertahanan Pangkalan yang meliputi pertahanan horizontal (Hanhor) dan pertahanan vertikal (Hanver), Penangkis Serangan Udara, jungle warfare, Air Assault (Mobud), Raid operation hingga kemampuan anti teror aspek udara atau yang dikenal sebagai ATBARA (Anti Pembajakan Udara). Selain itu juga mahir untuk bertempur di hutan, perkotaan, laut maupun pantai.

Korpasgat juga memiliki kemampuan spesialisasi kematraudaraan untuk melaksanakan doktrin OP3UD seperti Pengaturan Lalu-Lintas Udara (PLLU), Meteo, Komunikasi-Elektronika (Komlek), Perminyakan (Permi), Zeni lapangan (termasuk pionir, tali-temali, dll), Intelijen Tempur, Kesehatan, ground handling, Pemadam Kebakaran (PK), Angkutan, Perhubungan (PHB) hingga kemampuan khusus untuk menginformasikan tentang fasilitas penerbangan sebelum pesawat datang, jarak pandang (visibility), kecepatan dan arah angin, suhu dan kelembaban udara, serta ketinggian dan jenis awan. Hal ini sangat berkaitan dalam menentukan penembakan sasaran maupun penerjunan pasukan, dan membantu mengendalikan pesawat tempur untuk penembakan/pengeboman sasaran (Ground Forward Air Control/GFAC)

Tidak main-main, para personel Pasgat juga memiliki kemampuan khusus sebagai Air Traffic Controller (ATC) di sebuah bandara. Memang tidak ada satupun pasukan komando seperti Pasgat di dunia saat ini.

Karena Pasgat merupakan pasukan komando, maka dalam melaksanakan operasi tempur, jumlah personel yang terlibat relatif sedikit digunakan apabila melaksanakan tugas rahasia/senyap/khusus akan melibatkan Satuan Bravo Pasgat dan Den Dalpur CCT Pasgat. Operasi tempur yang memerlukan serangan besar-besaran maka melibatkan pasukan Pasukan PPRC Pasgat dan Arhanud Pasgat serta Batalyon Bantuan Tempur Pasgat.

Berdasarkan Peraturan Panglima Tentara Nasional Indonesia Nomor 2 Tahun 2013 tentang Validasi Organisasi dan Tugas Korpaskhas dan Peraturan Kepala Staf Angkatan Udara Nomor 6 Tahun 2013 tanggal tentang Validasi Organisasi Korpaskhas.

Maka tanggal 17 Oktober 2013 telah dilaksanakan pengukuhan atas organsasi dan tugas Korpaskhas yang baru yaitu peningkatan status Detasemen Bravo 90 menjadi Satuan Bravo 90, peningkatan Tim Aksus, Tim Intel dan Tim Baniksu masing-masing menjadi Detasemen.

Perubahan status Wing III Diklat menjadi Pusdiklat Paskhas, pembentukan dua Detasemen Matra (berasal dari kompi matra Yon 461 dan 464), pembentukan satuan baru Detasemen Hanud, pembentukan satuan baru Wing III, pembentukan satuan baru Yon 469 dan perubahan status semua batalyon Paskhas yang selama ini bersifat komposit menjadi lebih spesifik yakni batalyon komando (yonko 461-469).

Semangat baru tumbuh seiring kekompakan yang terjalin di antara sesama Perwira dari 2 (dua) Kotama Tempur TNI Angkatan Udara yaitu Korps Penerbang (Wing-Wing Udara) dan KOPASGAT.

Perhatian Pimpinan TNI AU yang ingin menjadikan TNI Angkatan Udara menjadi kekuatan yang disegani di Kawasan mengambil langkah nyata guna menjadikan Wing-Wing Udara, KOPASGAT, dan Wing-Wing Radar dengan Satuan-Satuan Rudal Hanud menjadi kekuatan yang handal dan kuat.

Komando Pasukan Gerak Cepat atau KOPASGAT TNI AU adalah satu satunya wadah berbentuk pasukan infantri berkualifikasi khusus di TNI-AU bahkan dalam TNI. Kopasgat bersanding dengan Kostrad dan Marinir. Satuan Elite Kopasgat yaitu Satuan Bravo 90 bersanding dengan Satgultor Kopasus dan Denjaka, sedangkan Den Dalpur Kopasgat bersanding dengan Taipur Kostrad dan Taifib marinir. Kopasgat lahir sebagai pasukan komando sejak masa kelahirannya. Satuan Khusus mereka yaitu Bravo 90 Pasgat diterjunkan dengan unit kecil di belakang garis pertahanan lawan dan langsung menusuk jantung pertahanan musuh. Maka itulah para personel pasukan payung ini dididik dengan metode komando yang diadopsi dari SAS Inggris. Metode pendidikan komando mulai dilakukan di Pusdiklat Kopasgat sejak dahulu masih bernama KOPPAU. Personil Kopasgat diwajibkan tetap memakai baret jingga kebanggaannya walaupun berada di kesatuan lain. Korpasgat memakai sebutan “Pasukan” untuk jargon korps nya disingkat (Pas) atau bisa juga (PGT).

Pengabdian Kopasgat terus berlanjut seiring dengan tuntutan tugas yang dibebankan kepada TNI Angkatan Udara pada umumnya dan Kopasgat pada khususnya. Pengabdian tersebut dapat dilihat dari andil Kopasgat yang tidak pernah absen di berbagai bentuk operasi, baik operasi militer perang (OMP) maupun operasi militer selain perang (OMSP). Sekarang ini, Kopasgat kembali telah tumbuh dan berkembang seperti masa era PGT/KOPASGAT dahulu, dan bahkan melebihi masa era tersebut dengan modernisasi Alutsista Persenjataannya. Korpasgat menjadi salah satu pasukan andalan sekaligus kebanggaan, yang dipercaya menjadi kekuatan pasukan pemukul di darat TNI Angkatan Udara, TNI bahkan NKRI. Saat ini Kopasgat masih memiliki Artileri Hanud Meriam tripple Gun thn 1950 yang Battle Proven. Unit meriam tripple Gun yang layak pakai akan di optimalkan sebagai salah satu Alutsista tambahan Denhanlan Pasgat.

Kopasgat kini memodernisasi persenjataannya dengan yang lebih modern sesuai dengan tuntutan era perang modern baik senjata perorangan, regu, peleton, kompi, batalyon, maupun brigade dan resimen. Juga kebutuhan Rantis dan Ranpur disetiap satuan dapat terpenuhi. Terutama untuk menyiapkan batalyon-batalyon komando dalam Brigade Komando Serbu Pasgat. Dalam tiap regu di tiap batalyon pasgat akan dilengkapi dengan senjata SS2-V1 PINDAD 40mm dengan Pelontar Granat dan Squad Automatic Weapon senapan mesin ringan seperti FN Minimi(Senjata Otomatis Regu). Sedangkan di dalam kompi bantuan akan dilengkapi dengan SMB (Senapan Mesin Berat) DShk-38 dirancang sebagai senjata pemukul untuk sasaran darat dan udara jarak pendek. SMB ini biasa digunakan oleh unit kavaleri dan infantri. Pada unit kavaleri, DShK sudah menjadi standar ditempatkan pada turret beragam MBT (Main Battle Tank), bahkan tank ringan, panser dan rantis pick up dalam infantri, wajar bila DShK dioperasikan dengan case khusus beroda dua, mirip dengan model meriam/kanon. Dengan demikian SMB ini mudah digerakkan, dibawa atau dipindahkan dengan bantuan pengait pada jeep atau truk.

Kopasgat dalam beberapa waktu kedepan direncanakan akan mendapatkan panser buatan Pindad sebagai cikal bakal Batalyon Kavaleri Kopasgat Resimen Bantuan Tempur. Rencana ini tengah mengalami negosiasi ulang untuk diadakan penambahan jumlahnya dikarenakan ranpur sejenis Panser dinilai sangat cocok untuk mendukung tugas sebagai bantuan tempur dari Batalyon-batalyon tempur Para Komando dengan karakteristiknya sebagai pasukan pemukul reaksi cepat Kopasgat TNI AU. Kopasgat sebagai pasukan pemukul NKRI segala medan. Kopasgat adalah pasukan payung sejati dan pertama NKRI. Begitu juga untuk Dalam konsep penggelaran pasukan berintensitas tinggi, TNI mengenal istilah PPRC (Pasukan Pemukul Reaksi cepat) yang mana pasgat sebagai satuan TNI berkualifikasi Para Komando merupakan inti dari pasukan PPRC TNI yang selalu siap secara cepat terdepan sewaktu-waktu untuk menghadapi kondisi kondisi darurat di wilayah NKRI.

Berikut daftar Perwira Tinggi Kopasgat antara lain :

Komandan Kopasgat Pertama TNI Angkatan Udara yang kala itu bernama Pasukan Gerak Tjepat adalah Komodor Udara (U) PGT RHA Wiriadinata. Saat ini Komandan Korpasgat (Dankorpasgat) adalah Marsekal Muda TNI Wahyu Hidayat Sudjatmiko, Menggantikan Marsekal Muda TNI Taspin Hasan, S.A.P., M.Si[8]

Ketika terjadi beberapa pemberontakan di bumi Pertiwi ini, PPP ditugaskan pula untuk menumpas pemberontakan DI/TII di wilayah Jawa Barat. Personil PPP melakukan pengejaran di wilayah Tangkuban Perahu, Pegunungan Galunggung, Pegunungan Guntur dan Pegunungan Tampomas. Selain itu PPP juga ikut melaksanakan penumpasan DI/TII di Sulawesi Selatan dengan melakukan operasi yang dipimpin langsung oleh Letkol (U) RHA Wiriadinata. Saat penumpasan RMS tahun 1952, PPP mengerahkan 1 kompi pasukannya di Kendari dan Pulau Buru, Maluku.

Pada peristiwa PRRI di Sumatra, dua kompi PGT pimpinan LU I Sugiri Sukani dan LU I Rachman bersama 1 kompi RPKAD melakukan penerjunan untuk pertama kali pada 12 Maret 1958 saat Operasi Tegas di Pangkalan Udara Simpang Tiga, Pekanbaru. Empat hari berselang pada operasi Sapta Marga 16 Maret 1958, pasukan yang sama dari PGT bersama RPKAD kembali melakukan penerjunan di Medan.

Ketika operasi 17 Agustus di Sumatera Barat, PGT mendapat tugas untuk merebut Lanud Tabing di Padang. Untuk mengawali operasi ini, delapan personel PGT dipimpin Letkol (U) RHA Wiriadinata ditugaskan melakukan operasi khusus. Tim kecil PGT ini mendapat tugas menentukan titik penerjunan yang paling aman bagi pasukan TNI. Pendaratan open sea ini, terbilang berbahaya. Ombak besar menyulitkan pendaratan. Akibatnya, saat regu PGT mendarat dengan motor-tempel kecil di pantai, perahunya pecah. Sampai di pantai, mereka bergerak cepat, menyusup, menentukan koordinat, dan membuat kode-kode rahasia pada DZ. Tentu tidak gampang menentukan lokasi DZ, mengingat pasukan PRRI tersebar di mana-mana.

Pada 17 April 1958 tepat pukul 06.40 satu batalyon PGT dan satu kompi RPKAD diterjunkan dan langsung mendapat perlawanan dari pasukan PRRI, akibatnya satu personel PGT gugur. Selain itu Lanud Tabing juga sudah dipenuhi oleh ranjau paku dan bambu-bambu runcing yang sudah dipersiapkan sebelumnya.

Pada 20 Mei 1958, satu kompi PGT dipimpin Kapten (U) R Suprantijo kembali diterjunkan di Morotai saat Operasi Sapta Marga III untuk menumpas Permesta di Sulawesi Utara dan Maluku. Beberapa waktu kemudian satu kompi PGT dipimpin LU I Heru Achjar berhasil merebut bandara Mapanget di Begitu gencarnya pertempuran di darat maupun dari udara, hingga sempat memancing pesawat Lockheed U-2 Dragon Lady milik AU Amerika (USAF). Pesawat ini pernah dimanfaatkan mengintai pulau Natuna yang disiapkan untuk menggempur Jakarta

PGT AURI dalam operasi Trikora mengambil porsi terbesar jumlah pasukan yang diinfiltrasi ke Irian Barat dengan total 532 orang.

Jumlah personel dari TNI, Polri dan relawan yang diinfiltrasikan selama Trikora adalah 1.154 personel dengan jumlah korban jiwa 216 gugur/hilang dan 296 tertangkap.

Pada tanggal 25 April 1962, saat operasi Banteng Ketaton sebanyak 40 orang pasukan PGT dibawah pimpinan Sersan Mayor (U) J. Picaulima diterjunkan untuk pertama kali di Irian Barat yaitu di daerah Fak-Fak begitu juga penerjunan yang dilakukan 39 personel PGT di Kaimana tanggal 26 April 1962 berhasil dengan baik.

Pada 11 Mei 1962, pasukan PGT dibawah pimpinan Letan Satu (U) Manuhua melaksanakan penerjunan di Sorong saat Operasi Serigala.

Salah satu kisah heroik dan bersejarah adalah peristiwa pengibaran Sang Saka Merah Putih untuk pertama kali dipancangkan di bumi Cenderawasih, Irian Barat, yang dilakukan oleh anggota PGT atas inisiatif Sersan (U) M.F. Mengko. Pada tanggal 19 Mei 1962, sebanyak 81 anggota PGT bertolak dari Pangkalan Udara Pattimura, Ambon, dengan pesawat Hercules yang dipiloti Mayor (U) T.Z Abidin menuju sasaran daerah penerjunan sekitar Kampung Wersar, Distrik Teminabuan. Pada dini hari mereka diterjunkan tepat di atas markas tentara Belanda. Pertempuran jarak dekat yang serba kacau segera terjadi. Tentara Belanda yang tengah tidur kaget karena ada pasukan PGT yang diterjunkan tepat dimarkasnya, sedangkan prajurit PGT juga tidak menyangka akan diterjunkan dimarkas tentara Belanda karena sebelumnya mereka dibriefing akan diterjunkan di perkebunan teh. Kisah heroik ini mengakibatkan tewasnya 53 anggota PGT AURI termasuk komandan tim Letnan Dua (U) Suhadi. Untuk mengenang peristiwa bersejarah tersebut di daerah Teminabuan, Sorong kini telah didirikan sebuah monumen yang diberi nama Tugu Merah Putih.

Untuk memperkuat posisi tentara Indonesia di Irian Barat dilaksanakan operasi Jatayu pada 14 Agustus 1962 dengan rincian Kelompok Elang dibawah pimpinan Kapten (U) Radik Sudarsono diterjunkan di Sorong dan Kelompok Alap-alap di daerah Merauke dipimpin Letnan (U) Benyamin Matitaputty.

Suatu hal yang amat mengagumkan adalah kemampuan untuk bertahan hidup (survival) dari prajurit PGT. Meskipun dengan kondisi alam Irian Barat yang ganas dimana berhutan lebat dengan ketinggian pohon mencapai di atas 50 meter, langkanya binatang maupun tumbuhan yang dapat dimakan, ancaman penyakit malaria, kekurangan logistik dan obat-obatan ditambah serangan gencar dari pesawat tempur maupun tentara Belanda, namun mereka masih mampu bergerilya di dalam hutan sampai menjelang terjadinya gencatan senjata.

Penerjunan dilaksanakan dini hari menjelang subuh. Prajurit PGT dikepekatan malam yang amat dingin diterjunkan di atas hutan-hutan belantara di dekat kota-kota kecil Irian Barat. Para prajurit PGT cukup tangguh untuk berjuang melawan hutan belantara yang pepohonannya amat tinggi, sehingga sebelum mencapai tanah mereka harus bergelut dengan tali dan pisau komando agar bisa turun karena rata-rata tersangkut dipepohonan.

Secara total dilakukan 9 kali penerjunan yang dilakukan PGT selama operasi Trikora di daerah Kaimana, Fak-Fak, Sorong (Sausapor, Klamono dan Teminabuan) serta Merauke dengan mengakibatkan gugurnya 94 orang prajurit dan 73 orang terluka [9]

Seperti halnya saat Trikora, pada saat operasi Dwikora PGT AURI juga menjadi pasukan yang pertama kali diterjunkan ke wilayah Malaysia.

Berbeda dengan Trikora maupun saat penumpasan PRRI/PERMESTA, kali ini PGT bertindak sebagai pelaku tunggal penerjunan (solo performer) tanpa didampingi kesatuan lain dari TNI-AD. Selain melalui udara, personel PGT juga melakukan infiltrasi lewat jalur darat dan laut.

Pada tanggal 31 Januari 1964, PGT melakukan penyebaran pamflet dengan pesawat Hercules C-130 di daerah perbatasan (Sabah, Tawau dan sekitar Pulau Sebatik)[10]

Sejak bulan April 1964, dua kompi PGT dibawah pimpinan LMU I Sutikno dan LMU I Sukimin dipersiapkan dalam rangka infiltrasi melalui laut. Pasukan ini kemudian diberangkatkan ke Tanjung Balai, Karimun dengan kapal motor.

Untuk pertama kalinya pada tanggal 16 Agustus 1964, satu peleton dipimpin SMU Sadikin berhasil menyusup lewat laut ke Pontian Kecil, Johor Baru. Keesokan harinya bertepatan dengan hari kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1964 kembali satu peleton PGT pimpinan SMU Suparmin disusupkan ke wilayah Malaysia lewat jalur laut. Sebelumnya pada dini hari sebanyak 17 personel PGT berhasil melakukan penerjunan di selatan Johor.

Dalam penerjunan pada tanggal 1-2 September 1964 diterjunkan 3 peleton pasukan terdiri dari 1 peleton dari kompi LU I Suroso, Jakarta dan 2 peleton dari kompi LMU Sutikno, Bandung. Ironisnya, salah satu pesawat C-130 Hercules yang diterbangkan Mayor (U) Djalaloedin Tantu bersama 7 awak pesawat jatuh ke selat Malaka. Sebuah sumber menyatakan bahwa kecelakaan pesawat Hercules yang melakukan terbang malam tersebut akibat terbang terlalu rendah untuk menghindari deteksi radar lawan. Mayor (U) Sugiri Sukani, Komandan Resimen PGT dan LU I Suroso ada di dalam pesawat malang tersebut. Unsur yang ikut tewas dalam peristiwa tersebut adalah 47 orang personel PGT ( 40 orang dari Jakarta dan 7 orang dari Bandung) dan 10 orang China Melayu, di antaranya adalah dua gadis. Sedangkan 2 Hercules lainnya berhasil menerjunkan pasukan PGT di daerah sasaran. Sasaran penerjunan ini adalah daerah Taiping, Labis dan Ipoh.

Hanya dalam waktu dua hari, hampir semua personel PGT dapat ditangkap akibat pengkhianatan dari penunjuk jalan yang berasal dari etnis Melayu dan Cina. Mereka baru dibebaskan dari penjara Malaysia setelah 11 Maret 1966 dan dipulangkan ke Indonesia. Setiba di Jakarta, akibat efek dari peristiwa G-30S/PKI mereka kembali ditahan di Cijantung di asrama RPKAD dan diberi julukan ”Tentara Merah”. KU I Sukardi yang tertangkap dan divonis hukuman gantung oleh pemerintah Malaysia akhirnya dibebaskan pasca gencatan senjata RI – Malaysia.

Hampir seluruh personel PGT yang diinfiltrasikan ke Malaysia tertangkap akibat banyaknya operasi yang secara sengaja ”dibocorkan” oleh oknum-oknum di Indonesia. Sedangkan 4 personel PGT yang kembali dengan selamat dan tidak tertangkap mendapatkan anugerah Bintang Sakti dari Presiden RI bersama-sama dengan anggota yang gugur.

Jumlah personel PGT yang gugur/hilang selama operasi Dwikora berjumlah 83 orang sedangkan yang tertangkap/terluka berjumlah 117 orang[11]

Dalam Operasi Seroja, Kopasgat tidak berfungsi sebagai pasukan pemukul seperti yang dilakukan Pasukan Gerak Tjepat (PGT) dalam penumpasan pemberontakan PRRI/Permesta, perjuangan Trikora dan Dwikora. Kopasgat yang terdiri dari Pengendali Tempur (Dalpur), Pengendali Pangkalan (Dallan) dan Satuan Tempur (Satpur) bertugas membentuk pangkalan udara operasi dan pengamanannya.

Gelaran pertama Kopasgat terjadi tanggal 7 Desember 1975 saat 126 personel Detasemen-B Kopasgat yang dipimpin Kapten (Psk) Silaen diterjunkan dengan cara air landed di lapangan terbang Dili, selang dua hari pada 9 Desember 1974 delapan Hercules C-130 menerjunkan pasukan dari Yonif Linud-328 Kostrad, Grup-1 Kopassus, Yonif 401/Banteng Raiders dan 156 personel Kopasgat pada pukul 07.25 WIT. Tugas Kopasgat adalah membebaskan lapangan terbang Baucau, atau lebih populer dengan Villa Salazar dalam bahasa Portugis. Detasemen-A Kopasgat dipimpin Kapten (Psk) Afendi. Operasi ini sekaligus membuktikan kemampuan Kopasgat melaksanakan Operasi Pembentukan dan Pengoperasian Pangkalan Udara Depan (OP3UD). Jumlah personel Kopasgat yang luka-luka saat penerjunan di Baucau adalah 19 orang terdiri dari 2 orang Satpur dan 17 orang Dallan.[12]

Jauh sebelum operasi Seroja dimulai, Kopasgat bersama satuan elit lainnya di TNI sudah terlebih dahulu masuk ke wilayah Timor-Timur untuk membentuk kantong-kantong gerilya serta mendukung para pejuang pro integrasi

Selama operasi Seroja, kehadiran Kopasgat amat disegani baik oleh rakyat maupun gerilyawan Fretilin karena sikapnya yang simpatik dan mampu merebut hati rakyat. Markas Kopasgat sering kali dijadikan tempat perlindungan oleh rakyat untuk menghindari konflik bersenjata yang terjadi. Warna baret jingga dan loreng komando khas Kopasgat kala itu amat populer di Timor-Timur. Hal ini berimplikasi pula pada sedikitnya jumlah personel Kopasgat yang gugur selama operasi Seroja bila dibandingkan dengan satuan lainnya di TNI.

Jumlah personel TNI yang gugur di Timor-Timur antara tahun 1974-1999 adalah 2.292 orang sedangkan dari pihak pejuang pro integrasi mencapai jumlah 1.527 orang.[13]

Kopasgat turut serta dalam operasi Trisula Kodam VIII/Brawijaya tahun 1967 di daerah Blitar Jawa Timur guna penumpasan sisa-sisa gerakan PKI didaerah tersebut. Dalam mendukung operasi ini Kopasgat mengerahkan satu kompi pasukannya dari Resimen III dibawah pimpinan LU II Wim Mustamu.

Pada tahun 1967-1969 timbul pergolakan di Kalimantan Barat yang dikenal dengan nama Pasukan Gerilya Rakyat Serawak (PGRS) dan Pasukan Rakyat Kalimantan Utara (Paraku) berasal dari warga keturunan Tionghoa simpatisan komunis di wilayah Kalimantan. Untuk menghadapi PGRS/Paraku, pemerintah memutuskan untuk menggelar operasi Saber Kilat. Kopasgat sendiri melakukan tugasnya secara berkala dan diadakan pergantian pasukan pada periode tertentu sampai dengan operasi selesai tahun 1969. Perwira Kopasgat yang bertugas dalam operasi ini antara lain Kolonel (U) Z. Rachiman, Letkol (U) Sudjito, LU I Samadikun, LU I Mashud, LU I Sudadyo, LU I Nasroel dan LU II Siswoto Soemali dan LU II Joenoes. Dalam operasi ini gugur 2 orang personel Kopasgat asal Resimen I dan 4 orang lainnya gugur saat peristiwa Lanud Singkawang II

Selain mengabdikan dirinya dalam tugas-tugas operasi militer, prajurit Kopasgat juga ikut berpartisipasi dalam misi kemanusiaan seperti operasi Tinombala dan Tampomas penanggulangan bencana alam, Tentara Manunggal Membangun Desa (TMMD) dan karya bakti TNI lainnya.

Keterlibatan Korpasgat dalam misi perdamaian di luar negeri di bawah bendera PBB seperti tergabung dalam:

Di era Kopasgat mulai dipergunakan baret berwarna jingga dengan emblem berbentuk segilima. Dirasa kurang pas, emblem itu diganti dengan bentuk persegi seperti yang saat ini dipakai Paskhas. Moto yang tertulis pada emblem berbunyi Karmanye Vadikaraste Mafalesu Kadatjana yang artinya “bekerja tanpa menghitung untung dan rugi”. Sementara badge yang dipasang di lengan kiri merupakan gambar lama yang digunakan PGT. Badge itu berupa perisai berwarna merah menyala dengan gambar parasut mengembang menerjunkan dua jenis senjata ringan dan berat. Dari gambar itu dapat diartikan bahwa Kopasgat adalah pasukan Linud yang gagah berani. Kedua lambang, emblem dan badge serta baret berwarna jingga saat ini masih digunakan sebagai ciri pasukan elit TNI-AU. Selain itu dilengan kanan ditambahkan pula badge dengan tulisan Para Komando sebagai ciri khas Pasukan Para Komando Udara[14] Badge ini juga dipakai dilengan kanan pakaian dinas setiap para KSAU sebagai wujud penghormatan kepada satuan elit dilingkup TNI-AU ini.

Belanja di App banyak untungnya:

Penerima Bintang LVRI  dan Penghargaan Veconac   Ketua Umum LVRI Letjen TNI Purn HBL Mantiri dalam sambujtannya berharap dengan acara Peringatan…

PERINGATAN HUT KE 67 LVRI Pementerian Pertahanan terus berkomitmen dan berupaya meningkatkan kesejahteraan melalui pembaruan regulasi-regulasi…

SIDANG EBM KE 33 DAN SIDANG GA KE 20 VECONAC Untuk yang kedua kali VECONAC  mengadakan sidang  secara virtual disaat Pandemi Covid 19. …

Sosialisasi ASABRI ke LVRI secara Virtual   Mengikuti perkembangan kasus Asabri yang dikenal Mega Korupsi dimana ada dana sekitar 23 T raib, Dewan…

WEBINAR DPP LVRI DALAM RANGKA MEMPERINGATI HARI KEBANGKITAN NASIONAL KE 113 TAHUN 2021 Dalam rangka memperingati Hari Kebangkitan Nasional ke 113…

Legiun Veteran Republik Indonesia atau LVRI adalah organisasi yang menghimpun para veteran Republik Indonesia. Menurut Undang-Undang No. 15 Tahun 2012, negara perlu memberikan penghargaan kepada mereka yang telah menyumbangkan tenaganya secara aktif atas dasar sukarela dalam ikatan kesatuan bersenjata baik resmi maupun kelaskaran dalam memperjuangkan, membela dan mempertahankan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia serta mereka yang tergabung aktif dalam penugasan dibawah bendera Perserikatan Bangsa-Bangsa. Dalam Undang-undang disebutkan bahwa Veteran Republik Indonesia adalah warga negara Republik Indonesia yang ikut secara aktif dalam sesuatu peperangan membela Kemerdekaan dan kedaulatan Negara Republik Indonesia menghadapi negara lain yang timbul pada masa yang akan datang, dan juga mereka yang ikut dalam masa revolusi fisik antara 17 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949 untuk mempertahankan Republik Indonesia, ikut aktif dalam perjuangan pembebasan Irian Barat melakukan Trikora sejak 10 Desember 1961 sampai dengan 1 Mei 1963, dan yang ikut melakukan tugas Dwikora langsung secara aktif dalam operasi-operasi/pertempuran dalam kesatuan-kesatuan bersenjata serta mereka yang ikut aktif dalam perjuangan Seroja dalam kurun waktu tgl. 21 Mei 1975 sampai dengan 17 Juli 1976.Menurut UU No. 15/2012, pasal 18 ayat 3, semua Veteran Republik Indonesia secara otomastis menjadi anggota Legiun Veteran Republik Indonesia, yang merupakan satu-satunya organisasi massa Veteran di Indonesia.

Anda mungkin ingin melihat